MAKALAH HUKUM ADAT
Daftar Isi
Daftar Isi ......................................................................................................................... .i
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .......................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Istilah dan Pengertian Hukum Adat ......................................................................... 2
2.2 Tujuan Mempelajari Hukum Adat ........................................................................... 6
2.3 Ruang Lingkup Hukum Adat di Indonesia .............................................................. 7
2.4 Sejarah Hukum Adat................................................................................................ 9
2.5 Perbedaan antara Hukum Adat dengan Adat dan kebiasaan ................................... 10
2.6 ANALISIS ...................................................................................................12
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan .......................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 15
.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di era yang serba canggih sekarang ini terkadang kita lupa akan latar belakang lahirnya hukum yang kita kenal dalam lingkungan kehidupan sosial di Indonesia dan negara-negara asia asia lainnya seperti jepang sebagai negara yang hampir sama dalam latar ideologi yaitu adanya sumber dimana peraturan-peraturan hukum yang tidak tertulis dan tumbuh dan berkembang dan dipertahankan dengan adat istiadat yang dianut oleh masyarakat tersebut dijadikan sebagai acuan dan pedoman dalam langkah.
Hukum adat di Indonesia adalah suatu kompleks norma-norma yang bersumber pada perasaan keadilan rakyat yang selalu berkembang serta meliputi peraturan-peraturan tingkah laku manusia dalam kehidupan sehari-hari dalam masyarakat, sebagian besar tidak tertulis, senantiasa ditaati dan dihormati oleh rakyat, karena mempunyai akibat hukum (sanksi). Hukum adat pada umumnya belum atau tidak tertulis. Oleh karena itu, dilihat dari perspektif ahli hukum yang memegang teguh kitab undang-undang, seorang sarjana hukum yang berprespektif berdasar Kitab Undang-Undang, memang hukum keseluruhannya di Indonesia di Indonesia ini tidak teratur dan tidak tegas.
Bagi seorang ahli hukum asing yang baru mempelajari hukum adat pada umumnya tidak dapat mengerti. Mereka tidak mengerti mengenai asal muasal peraturan hukum adat tersebut. Akan tetapi apabila para ahli hukum asing tersebut bersedia mempelajari hukum adat kita ini secara sungguh-sungguh, serta menjelajahi dan meneliti hukum adat kita dengan rasio dan penuh perasaan. Maka mereka akan mengetahui sumber hukum adat yang mengagumkan yaitu adat-istiadat yang hidup dan terus berkembang dan berhubungan dengan tradisi kebiasaan rakyat.
Tetapi tidak semua adat adalah hukum. Menurut Ter Haar untuk melihat apakah sesuatu adat istiadat itu sudah merupakan hukum adat, maka kita wajib melihat sikap penguasa masyarakat hukum yang bersangkutan terhadap si pelanggar peraturan adat-istiadat yang bersangkutan. Jika penguasa menjatuhkan hukuman pada si pelanggar , maka adat-istiadat itu sudah merupakan hukum adat. Hukum adat berurat-akar pada kebuyaan tradisional. Hukum adat adalah suatu hukum yang hidup karena ia menjelmakan perasaan hukum rakyat yang nyata. Karena hukum adat menjelmakan perasaan hukum rakyat yang nyata, untuk itu hukum adat terus-menerus dalam keadaan tumbuh dan berkembang seperti hidup itu sendiri sesuai dengan perkembangan masyarakat.
Peraturan hukum adat yang terus berkembang inilah membuat hukum adat selalu mengakami perunahan. Tiap peraturan hukum adat adalah timbul, berkembang dan selanjutnya lenyap dengan lahirnya peraturan baru, sedang peraturan baru itu berkembang juga, akan tetapi kemudian akan lenyap dengan perubahan perasaan keadilanyang hidup dalam hati nurani rakyat yang menimbulkan perubahan peraturan. Hal ini berlaku secara terus menerus seperti yang diungkapkan Prof. Soepomo yang condong pada pendapat Ter Haar di mana sikap petugas hukum haruslah bertindak untuk mempertahankannya.
Oleh karena sifat hukum adat yang tidak statis atau dengan kata lain fleksibel, maka di dalam peraturan hukum adat perlu disepakati suatu penetapan agar menjadi hukum positif. Hal ini sudah barang tentu bertujuan untuk mempertahankan eksisensinya sekaligus menjadikan peraturan tersebut menjadi peraturan hukum yang tertulis dan memiliki kekuatan hukum yang tetap.
1.2 Rumusan Masalah
1. Istilah dan Pengertian hukum adat
2. Tujuan Mempelajari Hukum Adat
3. Ruang Lingkup Hukum Adat Indonesia
4. Sejarah Hukum Adat
5. Perbedaan Antara Hukum Adat dengan Adat dan kebiasaan
6. ANALISIS
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Istilah dan Pengertian Hukum Adat
Istilah Hukum Adat tidak begitu dikenal dalam pergaulan masyarakat sehari-hari. Istilah ini adalah terjemahan dari bahasa Belanda, ‘Adat-recht” yang pertama-tama dikenalkan oleh Snouck hurgronje yang kemudian dikutip dan dipakai oleh Van vollenhoven sebagai istilah teknis yuridis untuk menunjukkan kepada apa yang sebelumnya disebut dengan Undang-Undang agama, lembaga rakyat, kebiasaan, lembaga asli dan sebagainya. Istilah ini kemudian sering dipakai dalam literatur di kalangan Perguruan Tinggi Hukum. Di dalam perundang-undangan istilah “adat-recht” itu baru muncul pada tahun 1920 dalam UU mengenai perguruan tinggi di negeri Belanda. Dikalangan masyarakat atau dalam pergaulan rakyat umum hanya dikenal istilah “adat” saja.
Terminologi “Adat” dan “Hukum Adat” seringkali dicampur aduk dalam memberikan suatu pengertian padahal sesungguhnya keduanya adalah dua lembaga yang berlainan.
Adat sering dipandang sebagai sebuah tradisi sehingga terkesan sangat lokal, ketinggalan jaman, tidak sesuai dengan ajaran agama dan lain-lainnya. Hal ini dapat dimaklumi karena “adat”adalah suatu aturan tanpa adanya sanksi riil (hukuman) di masyarakat kecuali menyangkut soal dosa adat yang erat berkaitan dengan soal-soal pantangan untuk dilakukan (tabu dan kualat).Terlebih lagi muncul istilah-istilah adat budaya, adat istiadat, dll.
Kata adat berasal dari bahasa Arab yang berarti kebiasaan atau tradisi. Hubungannya dengan hukum adalah bahwa adat atau kebiasaan dapat menjadi atau dijadikan hukum dengan syarat tidak bertentangan dengan kepentingan umum.
Di dalam Pengantar Ilmu Hukum kita ketahui bahwa adat dan kebiasaan adalah merupakan salah satu dari sumber hukum. Dengan diterimanya dan dipakainya istilah Hukum Adat yang kemudian menjadi salah satu cabang ilmu hukum, maka timbul beberapa defenisi yang merumuskan istilah tersebut. Antara lain sebagai berikut:
1) Ter Haar
Hukum adat adalah keseluruhan peraturan yang menjelma dalam keputusan-keputusan dari kepala-kepala adat dan berlaku secara spontan dalam masyarakat. Terhaar terkenal dengan teori “Keputusan” artinya bahwa untuk melihat apakah sesuatu adat-istiadat itu sudah merupakan hukum adat, maka perlu melihat dari sikap penguasa masyarakat hukum terhadap sipelanggar peratSeuran adat-istiadat. Apabila penguasa menjatuhkan putusan hukuman terhadap sipelanggar maka adat-istiadat itu sudah merupakan hukum adat.
2) Van Djik
Hukum adat adalah istilah untuk menunjukkan hukum yang tidak dikodifikasikan dalam kelangan orang Indonesia asli dan kalangan timur asing (tionghoa, arab dll). Dengan istilah ini juga dimaksudkan bahwa semua kesusilaan disemua lapangan hidup. Van Djik juga membedakan antara Adat dan Hukum Adat yang keduanya berjalan bergandengan tangan dan tidak dapat dipisahkan, yaitu segala bentuk kesusilaan dan kebiasaan orang Indonesia yang menjadi tingkah laku sehari-hari.
2. Bushar Muhammad menyimpulkan 4 (empat) hal penting dari pendapat van djik tersebut di atas yaitu :
a. Segala bentuk kesusilaan dan kebiasaan orang indonesia yang menjadi tingkah laku sehari-hari, antar lain disebut dengan adat;
b. Ada terdiri dari dua bagian, yaitu tidak mempunyai akibat hukum dan mempunyai akibat hukum, dan tidak memiliki akibat hukum bukanlah adat ;
c. Antara dua bagian tersebut tidak ada pemisahan yang tegas;
d. Bagian yang menjadi hukum adat mengandung arti yang lebih luas dari pada istilah hukum di eropa atau pengertian barat tentang hukum pada umumnya.
3) Soepomo
Hukum adat adalah hukum tidak tertulis didalam peraturan tidak tertulis, meliputi peraturan-peraturan hidup yang meskipun tidak ditetapkan oleh yang berwajib tetapi ditaati dan didukung oleh rakyat berdasarkan atas keyakinan bahwasanya peraturan-peraturan tersebut mempunyai kekuatan hukum.
Menunjuk kepada pasal 32 UUDS yang menyatakan, “….istilah Hukum Adat ini dipakai sebagai sinonim dari hukum yang tidak tertulis di dalam peraturan legislatif, hukum yang hidup sebagai konvensi di badan-badan negara, hukum yang timbul karena putusan-putusan hakim, hukum yang hidup sebagai peraturan, kebiasaan yang dipertahankan di dalam pergaulan hidup di kota-kota maupun di desa-desa.
4) Soekanto
Hukum adat adalah keseluruhan adat yang tidak tertulis dan hidup dalam masyarakat berupa kesusilaan, kebiasaan dan kelaziman serta mempunyai akibat hukum.
5) Mr. J.H.P. Bellefroit
Hukum adat sebagai peraturan-peraturan hidup yang meskipun tidak diundangkan oleh penguasa, tetapi tetap dihormati dan ditaati oleh rakyat dengan keyakinan bahwa peraturan-peraturan tersebut berlaku sebagai hukum.
6. Prof. Dr. Hazairin
Hukum adat adalah endapan kesusilaan dalam masyarakat yaitu kaidah kaidah kesusialaan yang kebenarannya telah mendapat pengakuan umum dalam masyarakat itu.
7.Soeroyo Wignyodipuro, S.H.
Hukum adat adalah suatu ompleks norma-norma yang bersumber pada perasaan keadilan rakyat yang selalu berkembang serta meliputi peraturan peraturan tingkah laku manusia dalam kehidupan sehari-hari dalam masyarakat, sebagaian besar tidak tertulis, senantiasa ditaati dan dihormati oleh rakyat karena mempunyai akibat hukum ( sanksi ).
8. Prof. Soeripto:
Hukum adat adalah semua aturan-aturan/ peraturan-peraturan adat tingkah laku yang bersifat hukum di segala kehidupan orang Indonesia, yang pada umumnya tidak tertulis yang oleh masyarakat dianggap patut dan mengikat para anggota masyarakat, yang bersifat hukum oleh karena ada kesadaran keadilan umum, bahwa aturan-aturan/ peraturan itu harus dipertahankan oleh petugas hukum dan petugas masyarakat dengan upaya paksa atau ancaman hukuman (sanksi).
9. Hardjito Notopuro:
Hukum Adat adalah hukum tidak tertulis, hukum kebiasaan dengan ciri khas yang merupakan pedoman kehidupan rakyat dalam menyelenggarakan tata kedilan dan kesejahteran masyarakat dan bersifat kekeluargaan.
10) Kusumasi Pudjosewojo
Adat adalah tingkah laku yang oleh dan dalam suatu masyarakat sudah, sedang akan diadatkan. Hukum adat ialah keseluruhan aturan tingkah laku yang adat dan sekaligus hukum pula. Dengan kata lain hukum adat ialah keseluruhan aturan hukum yang tak tertulis.
2.2 Tujuan mempelajari hukum adat
a. Tujuan Teoritis
Tujuan Teoritis adalah untuk memelihara dan mengembangkan hukum adat sebagai ilmu dan nilai-nilai yang merupakan bagian dari budaya bangsa Indonesia. Dalam piagam Adatrechtstichting (Yayasan Hukum Adat) antara lain disebutksan : Menjamin kekalnya penyelidikan ilmiah terhadap hukum pribumi Hindia Belanda dan bagian-bagian lain dari nusantara yang tidak terkodifikasi serta memajukan studi mengenai hukum tersebut secara kontinyu.
b.Tujuan Praktis
1) Bagi Praktisi Hukum
Agar dalam pelaksanaan tugas dan fungsi dapat mempertimbangkan dan menerapkan hukum yang sesuai dengan tuntutan keadilan masyarakat, khususnya dalam kasus-kasus yang berkenaan dengan adat. Dalam hubungan ini Ter Haar mengatakan bahwa setiap hakim yang harus mengambil keputusan menurut adat, haruslah menginsyafi sedalam-dalamnya tentang sistem hukum adat, kenyataan sosial serta tuntutan keadilan dan kemanusian untuk dapat melakukan tugasnya dengan baik.
2) Bagi pembentuk Undang Undang
Agar dalam pembentukan undang-undang atau peraturan perundang-undangan Perbedaan antara hukum adat dengan adat terletak pada sumber dan bentuknya. Hukum Adat bersumber dari alat-alat perlengkapan masyarakat dan tidak tertulis dan ada juga yang tertulis, sedangkan adat bersumber dari masyarakat sendiri dan tidak tertulis.
mempertimbangkan nilai-nilai hukum adat atau adat pada umumnya, sehingga perundang-undangan yang dihasilkan dapat memenuhi rasa keadilan bagi masyarakat yang menjadi subjeknya.
c. Tujuan idealis (Ilmu untuk masyarakat)
Menumbuhkan, memelihara dan mengembangkan rasa suka, cinta dan bangga terhadap bangsa dan budaya sendiri. Menjadi bahan utama dalam pemebentukan hukum nasional dengan membuang segi-segi negatifnya dan disesuaikan dengan sistem hukum modern.
Hukum adat yang merupakan intisari kebudayaan masyarakat Indonesia yang antara lain bersifat komunalitas (gotong royong) harus menjadi bahan utama dalam pembentukan hukum nasional Indonesia, agar sifat dan kepribadian yang positif dan mulia tersebut tidak hilang.
2.3 Ruang Lingkup Hukum Adat di Indonesia
Prof. Mr. Cornelis van Vollenhoven membagi Indonesia menjadi 19 lingkungan hukum adat (rechtsringen). Satu daerah yang garis-garis besar, corak dan sifat hukum adatnya seragam disebutnya sebagai rechtskring. Setiap lingkungan hukum adat tersebut dibagi lagi dalam beberapa bagian yang disebut kukuban hukum (Rechtsgouw). Lingkungan hukum adat tersebut adalah sebagai berikut.
1. Aceh (Aceh Besar, Pantai Barat, Singkel, Semeuleu)
2. Tanah Gayo, Alas dan Batak
1. Tanah Gayo (Gayo lueus)
2. Tanah Alas
3. Tanah Batak (Tapanuli)
1. Tapanuli Utara; Batak Pakpak (Barus), Batak karo, Batak Simelungun, Batak Toba (Samosir, Balige, Laguboti, Lumbun Julu)
2. Tapanuli Selatan; Padang Lawas (Tano Sepanjang), Angkola, Mandailing (Sayurmatinggi)
3. Nias (Nias Selatan)
3. Tanah Minangkabau (Padang, Agam, Tanah Datar, Limapuluh Kota, tanah Kampar, Kerinci)
4. Mentawai (Orang Pagai)
5. Sumatera Selatan
1. Bengkulu (Renjang)
2. Lampung (Abung, Paminggir, Pubian, Rebang, Gedingtataan, Tulang Bawang)
3. Palembang (Anak lakitan, Jelma Daya, Kubu, Pasemah, Semendo)
4. Jambi (Batin dan Penghulu)
5. Enggano
6. Tanah Melayu (Lingga-Riau, Indragiri, Sumatera Timur, Orang Banjar)
7. Bangka dan Belitung
8. kalimantan (Dayak Kalimantan Barat, Kapuas, Hulu, Pasir, Dayak, Kenya, Dayak Klemanten, Dayak Landak, Dayak Tayan, Dayak Lawangan, Lepo Alim, Lepo Timei, Long Glatt, Dayat Maanyan, Dayak Maanyan Siung, Dayak Ngaju, Dayak Ot Danum, Dayak Penyambung Punan)
9. Gorontalo (Bolaang Mongondow, Suwawa, Boilohuto, Paguyaman)
10. Tanah Toraja (Sulawesi Tengah, Toraja, Toraja Baree, Toraja Barat, Sigi, Kaili, Tawali, Toraja Sadan, To Mori, To Lainang, Kep. Banggai)
11. Sulawesi Selatan (Orang Bugis, Bone, Goa, Laikang, Ponre, Mandar, Makasar, Selayar, Muna)
12. Kepulauan Ternate (Ternate, Tidore, Halmahera, Kao, Tobelo, Kep. Sula)
13. Maluku Ambon (Ambon, Hitu, Banda, Kep. Uliasar, Saparua, Buru, Seram, Kep. Kei, Kep. Aru, Kisar)
14. Irian
15. Kep. Timor (Kepulauan Timor, Timor, Timor Tengah, Mollo, Sumba, Sumba Tengah, Sumba Timur, Kodi, Flores, Ngada, Roti, Sayu Bima)
16. Bali dan Lombok (Bali Tanganan-Pagrisingan, Kastala, Karrang Asem, Buleleng, Jembrana, Lombok, Sumbawa)
17. Jawa Pusat, Jawa Timur serta Madura (Jawa Pusat, Kedu, Purworejo, Tulungagung, Jawa Timur, Surabaya, Madura)
18. Daerah Kerajaan (Surakarta, Yogyakarta)
19. Jawa Barat (Priangan, Sunda, Jakarta, Banten)
2.4 Sejarah Hukum Adat
Paling tidak ada tiga kategori periodesasi hal penting ketika berbicara tentang sejarah hukum adat, yaitu:
a. Sejarah proses pertumbuhan atau perkembangan hukum adat itu sendiri. peraturan adat istiadat kita ini pada hakikatnya sudah terdapat pada zaman pra hindu.
b. Sejarah hukum adat sebagai sistem hukum dari tidak/belum dikenal hingga sampai dikenal dalam dunia ilmu pengetahuan.
c. Sejarah kedudukan hukum adat sebagai masalah politik hukum di dalam system perundang-undangan di Indonesia pada periode ini.
Faktor yang mempengaruhi di samping faktor astronomis-iklim dan geografis–kondisi alam–serta watak bangsa yang bersangkutan, maka faktor-faktor terpenting yang mempengaruhi proses perkembangan hukum adat adalah:
1. Magis dan Animisme
alam pikiran mistis-magis serta pandangan hidup animistis-magis sesungguhnya dialami oleh tiap bangsa di dunia ini. faktor pertama ini khususnya mempengaruhi dalam empat hal, sebagai berikut:
a. Pemujaan roh-roh leluhur,
b. Percaya adanya roh-roh jahat dan baik,
c. Takut kepada hukuman ataupun pembalasan oleh kekuatan gaib, dan,
d. Dijumpainya orang orang yang oleh rakyat dianggap dapat melakukan hubungan dengan kekuatan-kekuatan gaib
2. Agama
a. Agama Hindu. pengaruh terbesar agama ini terdapat di bali meskipun pengaruh dalam hukum adatnya sedikit sekali.
b. Agama Islam. pengaruh terbesar nyata sekali terlihat dalam hukum perkawinan.
c. Agama Kristen. hukum perkawinan kristen diresepsi dalam hukum adatnya.
3. Kekuasaan yang lebih tinggi dari pada persekutuan hukum adat.
kekuasaan itu adalah kekuasaan yang meliputi daerah-daerah yang lebih luas daripada wilayah satu persekutuan hukum, seperti misalnya kekuasaan raja-raja, kepala kuria, nagari.
4. Hubungan dengan orang-orang atau pun kekuasaan asing.
Faktor ini sangat besar pengaruhnya. hukum adat yang semula sudah meliputi segala bidang kehidupan hukum, oleh kekuasaan asing–kekuasaan penjajahan belanda–menjadi terdesak sedemikian rupa hingga akhirnya praktis menjadi bidang perdata material saja.
2.5 Perbedaan antara Hukum Adat dengan Adat dan kebiasaan
1. Terhaar ;
Suatu adat akan menjadi hukum adat, apabila ada keputusan dari kepala adat dan apabila tidak ada keputusan maka itu tetap merupakan tingkah laku/ adat.
2. Van Vollen Hoven :
Yang pertama kali menyebut hukum adat memberikan definisi hukum adat sebagai : “ Himpunan peraturan tentang perilaku yang berlaku bagi orang pribumi dan timur asing pada satu pihak yang mempunyai sanksi (karena bersifat hukum) dan pada pihak lain berada dalam keadaan tidak dikodifikasikan (karenaadat). Suatu kebiasaan/ adat akan menjadi hukum adat, apabila kebiasaan itu diberi sanksi.
3. Van Djik
membedakan antara Adat dan Hukum Adat yang keduanya berjalan bergandengan tangan dan tidak dapat dipisahkan, yaitu segala bentuk kesusilaan dan kebiasaan orang Indonesia yang menjadi tingkah laku sehari-hari.
3. C.S Hurgronje:
Pertama sekali secara sistematis menggunakan istilah Adat Recht dialih bahasakan menjadi hukum Adat ketika melakukan penelitian di aceh dalam buku “De Atjeherds” dan het gajoland (1891-1892). Istilah ini diakui Van volen Hoven dan ter Haar.
Snouck Hurgronje memahami adat sebagai kebiaaan ( custom) dan Hukum adat (customary law), dengan penekanan adat lebih banyak digunakan dari pada syaria’ah yang dikena sebagai hukum. Bentuk-bentuk adat yang mempunyai konsekuensi hukum disebut dengan hukum adat
4. Pendapat L. Pospisil :
Untuk membedakan antara adat dengan hukm adat maka harus dilihat dari atribut-atribut hukumnya yaitu :
a. Atribut authority, yaitu adanya keputusan dari penguasa masyarakat dan mereka yang berpengaruh dalam masyarakat.
b. Intention of Universal Application :
Bahwa putusan-putusan kepala adat mempunyai jangka waktu panjang dan harus dianggap berlaku juga dikemudian hari terhadap suatu peristiwa yang sama.
c. Obligation (rumusan hak dan kewajiban) :
Yaitu dan rumusan hak-hak dan kewajiban dari kedua belah pihak yang masih hidup. Dan apabila salah satu pihak sudah meninggal dunia missal nenek moyangnya, maka hanyalah putusan yang merumuskan mengeani kewajiban saja yang bersifat keagamaan.
d. Adanya sanksi/ imbalan :
Putusan dari pihak yang berkuasa harus dikuatkan dengan sanksi/imbalan yang berupa sanksi jasmani maupun sanksi rohani berupa rasa takut, rasa malu, rasa benci dn sebagainya.
5. Adat/ kebiasaan mencakup aspek yang sangat luas sedangkan hukum adat hanyalah sebagian kecil yang telah diputuskan untuk menjadi hukum adat.
6. Hukum adat mempunyai nilai-nilai yang dianggap sakral/suci sedangkan adat tidak mempunyai nilai/ biasa.
Hukum Adat dan Hukum Kebiasaan
Di Eropa (belanda) Hukum kebiasaan dan hukum adat memiliki arti yang sama, disebut “gewoonte recht”, yaitu adat atau kebiasaan yang bersifat hukum yang berhadapan dengan hukum perundangan (wettenrecht).
Jika kebiasaan disamakan dengan adat di belanda, indonesia sendiri membedakan antara adat dengan kebisaan sehingga Hukum Adat tidak sama dengan Hukum Kebiasaan.
Kebiasaan yang dibenarkan ( diakui) didalam perundang-undangan merupakan hukum kebiasaan, sedangkan Hukum Adat adalah hukum kebiasaan diluar perundang-undangan.
2.6 ANALISIS
Hukum adat sangat kaya akan istilah dan pengertian dimana disetiap devinisinya hampir tidak terdapat persamaan antara pendapat satu dan lainnya tapi tetap saja memiliki maksud dan tujuan yang sama, yang berbeda hanya dari sudut pandangnya saja.
Hukum adat di eropa dan di indonesia juga bebeda dimana hukum adat dan hukum kebiasaan memiliki arti yang sama bila melihat dari perspektif barat sedangkan jikalau kita melihat dari pada negara indonesia yang tidak menyamakan antara hukum adat dan hukum kebiasaan pasti kita sudah dapat menyimpulkan kedua hal tersebut pastilah memiliki kekurangan dan kelebihannya masing-masing.
Kelebihan perspektif barat terhadap persamaan antara hukum adat dan hukum kebiasaan yaitu adat atau kebiasaan yang bersifat hukum yang berhadapan dengan hukum perundangan sedangkan kekurangannya adalah adat atau kebiasaan itu tidak setatis tetapi dinamis yang selalu berkembang pengertiannya. Sedangkan jika kita melihat dari kaca mata indonesia kelebihannya itu terletak pada pemisahan antara adat dan kebiasan Kebiasaan yang dibenarkan (diakui) didalam perundang-undangan merupakan hukum kebiasaan, sedangkan Hukum Adat adalah hukum kebiasaan diluar perundang-undangan. Sedangkan kelemahannya terletak hukum adat terletak diuar perundang-undangan sedangkan pada kenyataan hukum adat juga sudah termasuk didalam perundang-undangan.
Pengamatan saya terhadap kedua persamaan dan perbedaan tersebut sama-sama memiliki kelbihan dan kekurannya hanya yang ingin saya tambahkan hukum adat ataupun kebiasaan itu memiliki hubungan yang erat baik didalam pengertian maupun yang lainnya. Namun hukum adat dan hukum kebiasaan tidak akan selalu sama dalam hal pengertian ataupun lainnya karena seperti penjelasan di awal bahwasanya hukum adat atau pun kebiasaan bersifat relatif dan dinamis.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Adat sering dipandang sebagai sebuah tradisi sehingga terkesan sangat lokal, ketinggalan jaman, tidak sesuai dengan ajaran agama dan lain-lainnya. Hal ini dapat dimaklumi karena “adat” adalah suatu aturan tanpa adanya sanksi riil (hukuman) di masyarakat kecuali menyangkut soal dosa adat yang erat berkaitan dengan soal-soal pantangan untuk dilakukan (tabu dan kualat). Terlebih lagi muncul istilah-istilah adat budaya, adat istiadat, dll.
Hukum Adat adalah wujud gagasan kebudayaan yang terdiri atas nilai-nilai budaya, norma, hukum, dan aturan-aturan yang satu dengan lainnya berkaitan menjadi suatu sistem dan memiliki sanksi riil yang sangat kuat.
Hukum Adat tidak sama dengan Hukum Kebiasaan. Kebiasaan yang dibenarkan ( diakui) didalam perundang-undangan merupakan hukum kebiasaan, sedangkan Hukum Adat adalah hukum kebiasaan diluar perundang-undangan.
DAFTAR PUSTAKA
Mustari,Suriyaman.2009.Hukum Adat kini dulu dan akan datang.Makassar:Pelita Pustaka.
Hilman H, 1992, Pengantar Ilmu Hukum Adat Indonesia, Mandar Maju,Bandung.
Soepomo. 1989. Hukum Adat. (Jakarta : PT Pradnya Paramita)
Bushar Muhammad. 2002. Asas-asas hukum adat suatu pengantar, jakarta :pradnya paramita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar