Selasa, 07 Februari 2017

SYARAT DAN TATA CARA PEMBERIAN BANTUAN HUKUM

SYARAT DAN TATA CARA PEMBERIAN BANTUAN HUKUM

A. Syarat Pemberian Bantuan Hukum
Untuk memperoleh Bantuan Hukum, Pemohon Bantuan Hukum harus memenuhi syarat:
1.     Mengajukan permohonan secara tertulis yang berisi paling sedikit identitas Pemohon Bantuan Hukum dan uraian singkat mengenai pokok persoalan yang dimohonkan Bantuan Hukum;
2.     Menyerahkan dokumen yang berkenaan dengan Perkara; dan
3.     Melampirkan surat keterangan miskin dari Lurah, Kepala Desa, atau pejabat yang setingkat di tempat tinggal Pemohon Bantuan Hukum.
Pemberian Bantuan Hukum dilaksanakan oleh Pemberi Bantuan Hukum, yang harus memenuhi syarat:
1.     Berbadan hukum;
2.     Terakreditasi;
3.     Memiliki kantor atau sekretariat yang tetap;
4.     Memiliki pengurus; dan
5.     Memiliki program Bantuan Hukum.

B.   Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum
Pemohon Bantuan Hukum mengajukan permohonan Bantuan Hukum secara tertulis kepada Pemberi Bantuan Hukum paling sedikit memuat:
1.        Identitas Pemohon Bantuan Hukum dibuktikan dengan kartu tanda penduduk dan/atau dokumen lain yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang. Dalam hal Pemohon Bantuan Hukum tidak memiliki identitas, Pemberi Bantuan Hukum membantu Pemohon Bantuan Hukum dalam memperoleh surat keterangan alamat sementara dan/atau dokumen lain dari instansi yang berwenang sesuai domisili Pemberi Bantuan Hukum.
2.        Uraian singkat mengenai pokok persoalan yang dimintakan Bantuan Hukum.
Permohonan Bantuan Hukum sebagaimana dimaksud harus melampirkan:
1.     Surat keterangan miskin dari Lurah, Kepala Desa, atau pejabat yang setingkat di tempat tinggal Pemohon Bantuan Hukum. Dalam hal Pemohon Bantuan Hukum tidak memiliki surat keterangan miskin, Pemohon Bantuan Hukum dapat melampirkan Kartu Jaminan Kesehatan Masyarakat, Bantuan Langsung Tunai, Kartu Beras Miskin, atau dokumen lain sebagai pengganti surat keterangan miskin.
2.     Dokumen yang berkenaan dengan Perkara.
Dalam hal Pemohon Bantuan Hukum tidak memiliki persyaratan sebagaimana dimaksud diata Pemberi Bantuan Hukum membantu Pemohon Bantuan Hukum dalam memperoleh persyaratan tersebut. Instansi yang berwenang sesuai domisili Pemberi Bantuan Hukum wajib mengeluarkan surat keterangan alamat sementara dan/atau dokumen lain untuk keperluan penerimaan Bantuan Hukum.
Lurah, Kepala Desa, atau pejabat yang setingkat sesuai domisili Pemberi Bantuan Hukum wajib mengeluarkan surat keterangan miskin dan/atau dokumen lain sebagai pengganti surat keterangan miskin untuk keperluan penerimaan Bantuan Hukum.
Pemohon Bantuan Hukum yang tidak mampu menyusun permohonan secara tertulis dapat mengajukan permohonan secara lisan.
Dalam hal permohonan Bantuan Hukum diajukan secara lisan, Pemberi Bantuan Hukum menuangkan dalam bentuk tertulis. Permohonan ditandatangani atau dicap jempol oleh Pemohon Bantuan Hukum.
Pemberi Bantuan Hukum wajib memeriksa kelengkapan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dalam waktu paling lama 1 (satu) hari kerja setelah menerima berkas permohonan Bantuan Hukum.
Dalam hal permohonan Bantuan Hukum telah memenuhi persyaratan, Pemberi Bantuan Hukum wajib menyampaikan kesediaan atau penolakan secara tertulis atas permohonan dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak permohonan dinyatakan lengkap.
Dalam hal Pemberi Bantuan Hukum menyatakan kesediaan, Pemberi Bantuan Hukum memberikan Bantuan Hukum berdasarkan surat kuasa khusus dari Penerima Bantuan Hukum.
Dalam hal permohonan Bantuan Hukum ditolak, Pemberi Bantuan Hukum wajib memberikan alasan penolakan secara tertulis dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak permohonan dinyatakan lengkap.
Pemberian Bantuan Hukum oleh Pemberi Bantuan Hukum kepada Penerima Bantuan Hukum diberikan hingga masalah hukumnya selesai dan/atau Perkaranya telah mempunyai kekuatan hukum tetap, selama Penerima Bantuan Hukum tersebut tidak mencabut surat kuasa khusus.
Pemberian Bantuan Hukum secara Litigasi dilakukan oleh Advokat yang berstatus sebagai pengurus Pemberi Bantuan Hukum dan/atau Advokat yang direkrut oleh Pemberi Bantuan Hukum.
Dalam hal jumlah Advokat yang terhimpun dalam wadah Pemberi Bantuan Hukum tidak memadai dengan banyaknya jumlah Penerima Bantuan Hukum, Pemberi Bantuan Hukum dapat merekrut paralegal, dosen, dan mahasiswa fakultas hukum.
Dalam melakukan pemberian Bantuan Hukum, paralegal, dosen, dan mahasiswa fakultas hukum harus melampirkan bukti tertulis pendampingan dari Advokat.
Mahasiswa fakultas hukum harus telah lulus mata kuliah hukum acara dan pelatihan paralegal.

C.   Pemberian Bantuan Secara Litigasi
Litigasi adalah proses penanganan Perkara hukum yang dilakukan melalui jalur pengadilan untuk menyelesaikannya.
Pemberian Bantuan Hukum secara Litigasi dilakukan dengan cara:
1.     Pendampingan dan/atau menjalankan kuasa yang dimulai dari tingkat penyidikan, dan penuntutan;
2.     pendampingan dan/atau menjalankan kuasa dalam proses pemeriksaan di persidangan; atau
3.     pendampingan dan/atau menjalankan kuasa terhadap Penerima Bantuan Hukum di Pengadilan Tata Usaha Negara.

D.   Pemberian Bantuan Secara Nonlitigasi
Nonlitigasi adalah proses penanganan Perkara hukum yang dilakukan di luar jalur pengadilan untuk menyelesaikannya.
Pemberian Bantuan Hukum secara Nonlitigasi dapat dilakukan oleh Advokat, paralegal, dosen, dan mahasiswa fakultas hukum dalam lingkup Pemberi Bantuan Hukum yang telah lulus Verifikasi dan Akreditasi.
Pemberian Bantuan Hukum secara Nonlitigasi meliputi kegiatan:
1.     Penyuluhan hukum;
2.     Konsultasi hukum;
3.     Investigasi perkara, baik secara elektronik maupun nonelektronik;
4.     Penelitian hukum;
5.     Mediasi;
6.     Negosiasi;
7.     Pemberdayaan masyarakat;
8.     Pendampingan di luar pengadilan; dan/atau
9.     drafting dokumen hukum.

E.   Tata Cara Penyaluran Dana Bantuan Hukum
Sumber pendanaan Penyelenggaraan Bantuan Hukum dibebankan pada APBN. Selain sumber pendanaan APBN, pendanaan dapat berasal dari:
1.     Hibah atau sumbangan; dan/atau
2.     sumber pendanaan lain yang sah dan tidak mengikat.
Daerah juga dapat mengalokasikan Anggaran Penyelenggaraan Bantuan Hukum dalam APBD. Daerah melaporkan penyelenggaraan Bantuan Hukum yang sumber pendanaannya berasal dari APBD kepada Menteri dan Menteri Dalam Negeri. Ketentuan mengenai pengalokasian Anggaran Penyelenggaraan Bantuan Hukum in diatur dengan Peraturan Daerah.
Pemberian Bantuan Hukum per Perkara atau per kegiatan hanya dapat dibiayai dari APBN atau APBD. Pendanaan pemberian Bantuan Hukum per Perkara atau per kegiatan dari hibah atau bantuan lain yang tidak mengikat dapat diberikan bersamaan dengan sumber dana dari APBN atau APBD.
Tata cara penganggaran dan pelaksanaan Anggaran Penyelenggaraan Bantuan Hukum dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Menteri mengusulkan standar biaya pelaksanaan Bantuan Hukum Litigasi dan Nonlitigasi kepada Menteri Keuangan.
Standar biaya yang telah disetujui oleh Menteri Keuangan menjadi acuan dalam perencanaan kebutuhan anggaran dan pelaksanaan Anggaran Bantuan Hukum.
Dalam mengajukan Anggaran Penyelenggaraan Bantuan Hukum, Menteri memperhitungkan Perkara yang belum selesai atau belum mempunyai kekuatan hukum tetap.

F.    Tata Cara Pengajuan Anggaran
Pemberi Bantuan Hukum mengajukan rencana Anggaran Bantuan Hukum kepada Menteri pada tahun anggaran sebelum tahun anggaran pelaksanaan Bantuan Hukum.
Pengajuan rencana Anggaran Bantuan Hukum paling sedikit memuat:
1.     Identitas Pemberi Bantuan Hukum;
2.     Sumber pendanaan pelaksanaan Bantuan Hukum, baik yang bersumber dari APBN maupun nonAPBN; dan
3.     Rencana pelaksanaan Bantuan Hukum Litigasi dan Nonlitigasi sesuai dengan misi dan tujuan Pemberi Bantuan Hukum.
Dalam hal Pemberi Bantuan Hukum mengajukan rencana Anggaran Bantuan Hukum Nonlitigasi sebagaimana dimaksud pada angka 3, Pemberi Bantuan Hukum harus mengajukan paling sedikit 4 (empat) kegiatan dalam satu paket dari kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2) PP 42/2013. Mengenai tata cara pengajuan rencana Anggaran Bantuan Hukum diatur dengan Peraturan Menteri.
Menteri melakukan pemeriksaan terhadap berkas pengajuan rencana Anggaran Bantuan Hukum. Dalam hal pengajuan rencana Anggaran Bantuan Hukum belum memenuhi persyaratan, Menteri mengembalikan berkas kepada Pemberi Bantuan Hukum untuk dilengkapi atau diperbaiki.  Dalam hal pengajuan rencana Anggaran Bantuan Hukum telah memenuhi persyaratan, Menteri memberikan pernyataan secara tertulis mengenai kelengkapan persyaratan. Menteri memberitahukan hasil pemeriksaan berkas pengajuan rencana Anggaran Bantuan Hukum dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak berkas diterima.
Dalam hal pengajuan rencana Anggaran Bantuan Hukum dinyatakan memenuhi persyaratan, Menteri menetapkan Anggaran Bantuan Hukum yang dialokasikan untuk Pemberi Bantuan Hukum.
Menteri menetapkan Anggaran Bantuan Hukum kepada Pemberi Bantuan Hukum dengan mempertimbangkan kriteria sebagai berikut:
1.     Total alokasi Anggaran Bantuan Hukum per provinsi;
2.     Data historis penyelesaian pemberian Bantuan Hukum oleh masing-masing Pemberi Bantuan Hukum;
3.     Jumlah Perkara yang diajukan oleh Pemberi Bantuan Hukum sebagai rencana kerja yang diuraikan dalam bentuk estimasi jumlah Perkara yang akan diberikan Bantuan Hukum dan jumlah kegiatan Nonlitigasi yang akan dilaksanakan;
4.     Ketersediaan dana pendamping yang dianggarkan oleh Pemberi Bantuan Hukum;
5.     Penilaian kinerja Pemberi Bantuan Hukum pada tahun anggaran sebelumnya;
6.     Pelaporan dan pertanggungjawaban penggunaan dana Bantuan Hukum pada tahun anggaran sebelumnya; dan
7.     Kriteria lain yang dipandang perlu oleh Menteri untuk mencapai tujuan efisiensi dan efektifitas penyelenggaran Bantuan Hukum.
Menteri dan Pemberi Bantuan Hukum menindaklanjuti penetapan Anggaran Bantuan Hukum dengan membuat perjanjian pelaksanaan Bantuan Hukum.
Nilai Anggaran Bantuan Hukum yang disepakati dalam perjanjian mengikuti penetapan Menteri mengenai alokasi Anggaran Bantuan Hukum.  Anggaran Bantuan Hukum yang ditetapkan oleh Menteri merupakan batasan tertinggi penyaluran dana Bantuan Hukum.
Menteri berwenang menetapkan perubahan alokasi Anggaran Bantuan Hukum kepada Pemberi Bantuan Hukum apabila berdasarkan pertimbangan tertentu diperlukan penyesuaian atas pagu anggaran pelaksanaan Bantuan Hukum.

G.  Pelaksanaan Anggaran Bantuan Hukum
Pemberi Bantuan Hukum melaksanakan Bantuan Hukum Litigasi dan Nonlitigasi sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam perjanjian pelaksanaan Bantuan Hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Penyaluran dana Bantuan Hukum Litigasi dilakukan setelah Pemberi Bantuan Hukum menyelesaikan Perkara pada setiap tahapan proses beracara dan Pemberi Bantuan Hukum menyampaikan laporan yang disertai dengan bukti pendukung.  Penyaluran dana Bantuan Hukum ini dihitung berdasarkan prosentase tertentu dari tarif per Perkara sesuai standar biaya pelaksanaan Bantuan Hukum Litigasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 PP 42/2013. Penyaluran dana Bantuan Hukum ini pada setiap tahapan proses beracara tidak menghapuskan kewajiban Pemberi Bantuan Hukum untuk memberikan Bantuan Hukum sampai dengan Perkara yang ditangani selesai atau mempunyai kekuatan hukum tetap.
Tahapan proses beracara merupakan tahapan penanganan Perkara dalam:
1.     Kasus pidana, meliputi penyidikan, dan persidangan di pengadilan tingkat I, persidangan tingkat banding, persidangan tingkat kasasi, dan peninjauan kembali;
2.     Kasus perdata, meliputi upaya perdamaian atau putusan pengadilan tingkat I, putusan pengadilan tingkat banding, putusan pengadilan tingkat kasasi, dan peninjauan kembali; dan
3.     Kasus tata usaha negara, meliputi pemeriksaan pendahuluan dan putusan pengadilan tingkat I, putusan pengadilan tingkat banding, putusan pengadilan tingkat kasasi, dan peninjauan kembali.

Penyaluran dana Bantuan Hukum Nonlitigasi dilakukan setelah Pemberi Bantuan Hukum menyelesaikan paling sedikit 1 (satu) kegiatan dalam paket kegiatan Nonlitigasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (3) PP 42/2013 dan menyampaikan laporan yang disertai dengan bukti pendukung. Penyaluran dana Bantuan Hukum ini dihitung berdasarkan tarif per kegiatan sesuai standar biaya pelaksanaan Bantuan Hukum Nonlitigasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 PP No. 42/2013.
Menteri berwenang melakukan pengujian kebenaran tagihan atas penyelesaian pelaksanaan Bantuan Hukum sebagai dasar penyaluran dana Bantuan Hukum Litigasi dan Nonlitigasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 dan Pasal 28 PP 42/2013.  Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan penyaluran Anggaran Bantuan Hukum diatur dengan Peraturan Menteri
         
H.  Pertanggungjawaban
Pemberi Bantuan Hukum wajib melaporkan realisasi pelaksanaan Anggaran Bantuan Hukum kepada Menteri secara triwulanan, semesteran, dan tahunan.
Dalam hal Pemberi Bantuan Hukum menerima sumber pendanaan selain dari APBN, Pemberi Bantuan Hukum melaporkan realisasi penerimaan dan penggunaan dana tersebut kepada Menteri.
Laporan realisasi penerimaan dan penggunaan dana selain dari APBN dilaporkan secara terpisah dari laporan realisasi pelaksanaan Anggaran Bantuan Hukum sebagaimana dimaksud pada Pasal 30 ayat (1) PP. 42/2013 .
Untuk Perkara Litigasi, laporan realisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, harus melampirkan paling sedikit:
1.     Salinan putusan Perkara yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap; dan
2.     Perkembangan Perkara yang sedang dalam proses penyelesaian.
Untuk kegiatan Nonlitigasi, laporan realisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 PP No. 42/2013, harus melampirkan laporan kegiatan yang telah dilaksanakan.  Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaporan pelaksanaan Anggaran Bantuan Hukum diatur dengan Peraturan Menteri.
Pemberi Bantuan Hukum mengelola secara tersendiri dan terpisah administrasi keuangan pelaksanaan Bantuan Hukum dari administrasi keuangan organisasi Pemberi Bantuan Hukum atau administrasi keuangan lainnya.
Menteri menyusun dan menyampaikan laporan realisasi penyelenggaraan Bantuan Hukum kepada Dewan Perwakilan Rakyat pada setiap akhir tahun anggaran.

I.      Pengawasan
Menteri melakukan pengawasan pemberian Bantuan Hukum dan penyaluran dana Bantuan Hukum.  Pengawasan oleh Menteri dilaksanakan oleh unit kerja yang tugas dan fungsinya terkait dengan pemberian Bantuan Hukum pada Kementerian.
Unit kerja dalam melaksanakan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2)  PP 42/2013 mempunyai tugas :
1.     Melakukan pengawasan atas pemberian Bantuan Hukum dan penyaluran dana Bantuan Hukum;
2.     Menerima laporan pengawasan yang dilakukan oleh panitia pengawas daerah;
3.     Menerima laporan dari masyarakat mengenai adanya dugaan penyimpangan pemberian Bantuan Hukum dan penyaluran dana Bantuan Hukum;
4.     Melakukan klarifikasi atas adanya dugaan penyimpangan pemberian Bantuan Hukum dan penyaluran dana Bantuan Hukum yang dilaporkan oleh panitia pengawas daerah dan/atau masyarakat;
5.     Mengusulkan sanksi kepada Menteri atas terjadinya penyimpangan pemberian Bantuan Hukum dan/atau penyaluran dana Bantuan Hukum; dan
6.     Membuat laporan pelaksanaan pengawasan kepada Menteri.
Menteri dalam melakukan pengawasan di daerah membentuk panitia pengawas daerah.  Panitia pengawas daerah terdiri atas wakil dari unsur:
1.     Kantor Wilayah Kementerian; dan
2.     biro hukum pemerintah daerah provinsi.
Panitia pengawas daerah mempunyai tugas:
1.     Melakukan pengawasan pemberian Bantuan Hukum dan penyaluran dana Bantuan Hukum;
2.     Membuat laporan secara berkala kepada Menteri melalui unit kerja yang tugas dan fungsinya terkait dengan pemberian Bantuan Hukum pada Kementerian; dan
3.     Mengusulkan sanksi kepada Menteri atas terjadinya penyimpangan pemberian Bantuan Hukum dan/atau penyaluran dana Bantuan Hukum melalui unit kerja yang tugas dan fungsinya terkait dengan pemberian Bantuan Hukum pada Kementerian.
Panitia pengawas daerah dalam mengambil keputusan mengutamakan prinsip musyawarah. Dalam hal musyawarah tidak tercapai, keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak.
Menteri atas usul pengawas dapat meneruskan temuan penyimpangan pemberian Bantuan Hukum dan penyaluran dana Bantuan Hukum kepada instansi yang berwenang untuk ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam hal Penerima Bantuan Hukum tidak mendapatkan haknya sesuai dengan ketentuan Pasal 12 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum, Penerima Bantuan Hukum dapat melaporkan Pemberi Bantuan Hukum kepada Menteri, induk organisasi Pemberi Bantuan Hukum, atau kepada instansi yang berwenang.
Dalam hal Advokat Pemberi Bantuan Hukum Litigasi tidak melaksanakan pemberian Bantuan Hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 sampai dengan Perkaranya selesai atau mempunyai kekuatan hukum tetap, Pemberi Bantuan Hukum wajib mencarikan Advokat pengganti.
Dalam hal ditemukan pelanggaran pemberian Bantuan Hukum oleh Pemberi Bantuan Hukum kepada Penerima Bantuan Hukum, Menteri dapat:
1.     Membatalkan perjanjian pelaksanaan Bantuan Hukum;
2.     menghentikan pemberian Anggaran Bantuan Hukum; dan/atau
3.     Tidak memberikan Anggaran Bantuan Hukum pada tahun anggaran berikutnya.
Dalam hal Menteri membatalkan perjanjian sebagaimana dimaksud pada angka 1 d iatas, Menteri menunjuk Pemberi Bantuan Hukum lain untuk mendampingi atau menjalankan kuasa Penerima

Tidak ada komentar:

Posting Komentar