Rabu, 08 Februari 2017

Teori Desentralisasi (Pembagian Urusan Pemerintahan di Indonesia)

Teori Desentralisasi (Pembagian Urusan Pemerintahan di Indonesia)

URGENSI PARTISIPASI PUBLIK DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH (#6)
Teori Desentralisasi (Pembagian Urusan Pemerintahan di Indonesia)
Pembagian urusan Pemerintahan di Indonesia diatur dalam Pasal 10 sampai dengan Pasal 18 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004. Dalam Pasal 10 ayat (10) dinyatakan bahwa “Pemerintahan daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh Undang-Undang ini ditentukan menjadi urusan Pemerintah”. Sedangkan pada ayat (2) dinyatakan “Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan”. Berdasarkan pasal tersebut diatas dapat dikatakan bahwa Pemerintah Daerah dalam pemerintahannya menjalankan otonomi otonomi seluas-luasnya berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan. Secara singkatnya pembagian urusan pemerintahan di Indonesia terbagi dalam tiga asas, yaitu desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan.
Terkait dengan pelaksanaan otonomi masih ada beberapa hal yang masih menjadi urusan Pemerintah Pusat, hal ini tercantum dalam Pasal 10 ayat (3) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 beserta penjelasannya, yaitu:
1. Politik luar negeri;
Yang dimaksud dengan urusan politik luar negeri dalam arti mengangkat pejabat diplomatik dan menunjuk warga negara untuk duduk dalam jabatan lembaga internasional, menetapkan kebijakan luar negeri, melakukan perjanjian dengan negara lain, menetapkan kebijakan perdagangan luar negeri, dan sebagainya.
2. Pertahanan;
Yang dimaksud dengan urusan pertahanan misalnya mendirikan dan membentuk. angkatan bersenjata, menyatakan damai dan perang, menyatakan negara atau sebagian wilayah negara dalam keadaan bahaya, membangun dan mengembangkan sistem pertahanan negara dan persenjataan, menetapkan kebijakan untuk wajib militer, bela negara bagi setiap warga negara dan sebagainya.
3. Keamanan;
Yang dimaksud dengan urusan keamanan misalnya mendirikan dan membentuk kepolisian negara, menetapkan kebijakan keamanan nasional, menindak -setiap orang, kelompok atau organisasi yang kegiatannya mengganggu keamanan negara dan sebagainya.
4. Yustisi;
Yang dimaksud dengan urusan yustisi misalnya mendirikan lembaga peradilan, mengangkat hakim dan jaksa, mendirikan lembaga pemasyarakatan, menetapkan kebijakan kehakiman dan keimigrasian, memberikan grasi, amnesti, abolisi, membentuk undang-undang, Peraturan Pemerintah pengganti undang-undang, Peraturan Pemerintah, dan peraturan lain yang berskala nasional.
5. Moneter dan fiskal nasional; dan
Yang dimaksud dengan urusan moneter dan fiskal nasional adalah kebijakan makro ekonomi, misalnya mencetak uang dan menentukan nilai mata uang, menetapkan kebijakan moneter, mengendalikan peredaran uang dan sebagainya.
6. Agama.
Yang dimaksud dengan urusan agama, misalnya menetapkan hari libur keagamaan yang berlaku secara nasional, memberikan pengakuan terhadap keberadaan suatu agama, menetapkan kebijakan dalam penyelenggaraan kehidupan keagamaan dan sebagainya; dan bagian tertentu urusan pemerintah lainnya yang berskala nasional, tidak diserahkan kepada daerah.
Khusus di bidang keagamaan sebagian kegiatannya dapat ditugaskan oleh Pemerintah kepada Daerah sebagai upaya meningkatkan keikutsertaan Daerah dalam menumbuhkembangkan kehidupan beragama.
Sebagai konsekuensi dari hak mengatur dan mengurus rumah tangga atas inisiatif sendiri, maka pemerintah daerah perlu dilengkapi dengan alat perlengkapan daerah yang dapat mengeluarkan peraturan-peraturannya, yaitu Peraturan Daerah (Perda). Kewenangan pemerintah daerah dalam membentuk sebuah peraturan daerah berlandaskan pada Pasal 18 ayat (6) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan, “Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan”. Menurut Mahendra Putra Kurnia, keberadaan peraturan daerah merupakan conditio sine quanon atau syarat absolut/syarat mutlak dalam rangka melaksanakan kewenangan otonomi tersebut. Selanjutnya menurut Suko Wiyono, peraturan daerah harus dijadikan pedoman bagi pemerintah daerah dalam melaksanakan urusan-urusan di daerah. Disamping itu peraturan daerah juga harus memberikan perlindungan hukum bagi rakyat di daerah. Peraturan daerah merupakan bagian integral dari konsep peraturan perundang-undangan. Menurut Bagir Manan, peraturan perundang-undangan tingkat daerah diartikan sebagai peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh pemerintah daerah atau salah satu unsur pemerintahan daerah yang berwenang membuat peraturan perundang-undangan tingkat daerah. Selanjutnya menurut Suko Wiyono, peraturan daerah merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi serta merupakan peraturan yang dibuat untuk melaksanakan peraturan perundang-undangan yang ada diatasnya dengan memperhatikan ciri khas masing-masing daerah. Peraturan daerah dilarang bertentangan dengan kepentingan umum, peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi serta Perda daerah lain.
Literatur:
- Mahendra Putra Kurnia, dkk, Pedoman Naskah Akademik PERDA Partisipatif, Kreasi Total Media, Yogyakarta, 2007.
- Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar