Rabu, 08 Februari 2017

SOSIOLOGI HUKUM

SOSIOLOGI HUKUM

Sosiologi hukum adalah ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara hukum dengan gejala-gejala sosial lainnya secara empiris dan analitis. Sosiologi hukum merupakan bagian dari ilmu sosiologi yang menggunakan pendekatan interdisipliner dalam ilmu hukum. Beberapa orang melihat bahwa sosiologi hukum diperlukan dalam sosiologi sedangkan yang lainnya menganggap bahwa sosiologi hukum sebagai bidang studi yang berada di antara ilmu hukum dan sosiologi. Bahkan ada juga yang menganggap bahwa sosiologi hukum bukan merupakan bagian dari sosiologi maupun ilmu hukum. Sosiologi hukum telah menjadi dasar mediasi hukum dan keadilan dari segi masyarakat beserta budaya dan tatanan normatif masyarakat disamping kepentingan politik dan ekonomi. Sosiologi hukum telah menjadi kontrol sosial yang bersifat memaksa.

Terlepas dari perdebatan diatas, sosiologi hukum tetap menggunakan metode penelitian dari teori-teori dasar sosiologi dan beberapa ilmu sosial lain seperti antropologi sosial, ilmu politik, kriminologi, dan psikologi. Dengan demikian, sosiologi hukum mencerminkan teori sosial dan menggunakan metode ilmiah sosial untuk mempelajari hukum, lembaga hukum, dan perilaku hukum.
Objek sosiologi hukum adalah masyarakat, hukum, perubahan sosial, interaksi sosial, kelompok sosial, dan pengaruh timbal balik antara masyarakat dan hukum.

Sosiologi hukum

Fungsi sosiologi hukum adalah untuk memahami perkembangan hukum di suatu negara, mengetahui apakah hukum tersebut efektif apa tidak pada masyarakat, menganalisis penerapan hukum di masyarakat, mengkonstruksikan fenomena hukum yang terjadi di masyarakat, dan mempetakan masalah-masalah sosial dalam kaitan dengan penerapan hukum di masyarakat.

Lebih khusus, sosiologi hukum terdiri dari berbagai pendekatan studi hukum kepada masyarakat dan mengujinya secara empiris dan berteori hukum dan faktor sosial. Area penelitian sosiologi hukum terdiri dari lembaga hukum, kontrol sosial, peraturan, interaksi antar hukum, masalah sosial dalam hukum, profesi hukum, dan hubungan antara hukum dengan perubahan sosial.

Sosiologi hukum juga bermanfaat bagi penelitian yang dilakukan oleh bidang studi lain seperti hukum perbandingan, yurisprudensi, teori hukum, hukum dan ekonomi, dan hukum dan sastra. Objeknya meliputi sejarah hukum dan keadilan. Misalnya, di bidang yurisprudensi difokuskan pada pertanyaan kelembagaan yang disesuaikan dengan situasi sosial dan politik.
Bagian dari: Sosiologi (Artikel Lengkap)
1. Asal Pemikiran Sosiologi Hukum
Akar sosiologi hukum dapat ditelusuri kembali ke karya para sosiolog dan ahli hukum pada abad sebelumnya. Hubungan antara hukum dan masyarakat secara sosiologis diteliti oleh Max Weber dan Emile Durkheim. Tulisan-tulisan oleh sosiologi ini merupakan dasar bagi sosiologi hukum sampai saat ini. Sejumlah ilmuwan lainnya terutama para ahli hukum juga menggunakan teori dan metode ilmiah sosial untuk mengembangkan teori-teori sosiologi hukum seperti Leon Petrazycki, Eugen Ehrlich, dan Georges Gurvitch.

Menurut Max Weber, yang disebut “bentuk rasional hukum” adalah dominasi dalam masyarakat dan tidak disebabkan oleh orang tetapi dengan norma-norma abstrak. Hukum yang koheren berkontribusi dalam perkembangan politik modern dan negara birokratis modern seiring pertumbuhan kapitalisme. Secara umum, sudut pandang Max Weber dapat digambarkan sebagai pendekatan eksternal hukum yang mempelajari karakteristik empiris hukum, yang bertentangan dengan perspektif internal dari ilmu hukum dan pendekatan moral filsafat hukum.

Emile Durkheim dalam bukunya The Division of Labour in Society mengatakan bahwa sebagai masyarakat yang semakin kompleks, tubuh hukum perdata yang bersangkutan tumbuh dengan mengorbankan hukum pidana dan sanksi pidana. Seiring dengan waktu, hukum telah mengalami transformasi dari hukum represif menjadi hukum restitutif. Hukum restitutif berlaku di masyarakat dimana individualitasnya tinggi dan terdapat penekanan pada hak dan tanggung jawab pribadi. Ia juga berpendapat bahwa sosiologi hukum harus dikembangkan bersama sosiologi moral untuk mengembangkan nilai yang tercermin di dalam hukum.

Eugen Ehrlich dalam bukunya Fundamental Principles of the Sociology of Lawmengembangkan pendekatan sosiologi terhadap studi hukum dengan berfokus pada jaringan sosial dan kelompok-kelompok terorganisir dalam kehidupan sosial. Ia mencari hubungan antara hukum dan norma-norma sosial pada umumnya.
“Pusat gravitasi pengembangan hukum tidak pernah lepas dari kegiatan negara, seharusnya berasal dari masyarakat itu sendiri. Hal itu harus dicari pada saat ini.”
— Eugen Ehrlich, Fundamental Principles of the Sociology of Law
Pemikiran ini menjadi sasaran kritik oleh para pendukung hukum positivisme seperti ahli hukum Hans Kelsen yang menyebut bahwa hukum yang diciptakan oleh negara dan hukum yang dihasilkan oleh organisasi sosial non-negara sangatlah berbeda. Menurut Hans Kelsen, Eugen Ehrlich ambigu dengan kata Sein (“adalah”) dan Sollen (“harus”). Namun, beberapa orang berpendapat bahwa Eugen Ehrlich telah membedakan antara hukum positif (hukum negara) yang selalu dipelajari dan digunakan oleh pengacara, dan bentuk lain dari hukum yang Ehrlich sebut “hukum yang hidup”. Hukum tersebut mengatur kehidupan sehari-hari dan untuk mencegah konflik antara pengacara dan pengadilan.

Leon Petrazycki membedakan antara “hukum resmi” yang didukung oleh negara dan “hukum intuitif” yang terdiri dari pengalaman hukum yang pada akhirnya membentuk proses psikis yang komplek di dalam pikiran individu tanpa perlu referensi dari yang berwenang. Karya tulis Petrazycki mampu menangani masalah sosiologis dengan menggunakan metode empiris, ia mengatakan bahwa seseorang hanya bisa mendapatkan pengetahuan tentang suatu objek atau hubungan dengan observasi. Namun, ia menulis teorinya dengan lebih banyak menggunakan bahasa psikologi kognitif dan filsafat moral daripada sosiologi. Akibatnya, kontribusinya terhadap perkembangan sosiologi hukum masih belum diakui. Ada beberapa orang yang secara langsung terinspirasi oleh karya Petrazycki seperti sosiolog hukum asal Polandia Adam Podgórecki.

Theodor Geiger mengembangkan analisis teori hukum Marxis. Ia menyoroti bagaimana hukum menjadi faktor dalam transformasi sosial masyarakat demokratis seperti mendapatkan hak pilih.

Georges Gurvitch tertarik pada manifestasi simultan hukum dalam berbagai hukum dan pada berbagai tingkat interaksi sosial. Tujuannya adalah untuk merancang konsep “hukum sosial” sebagai hukum integrasi dan kerjasama. Hukum sosial Gurvitch adalah bagian integrasi dari sosiologi pada umumnya. Hal ini juga merupakan salah satu kontribusi sosiologi untuk teori hukum, karena menentang semua konsepsi hukum berdasarkan satu sumber yaitu otoritas hukum, politik, dan moral.

2. Pendekatan Sosiologis Terhadap Studi Hukum

2.1. Sosiologi Hukum Modern

Sosiologi hukum didirikan sebagai bidang pembelajaran akademik dan penelitian empiris setelah Perang Dunia Kedua. Setelah Perang Dunia II, studi hukum tidak berpusat pada sosiologi, meskipun beberapa sosiolog ternama tidak menulis tentang peranan hukum dalam masyarakat. Contohnya dalam karya Talcott Parsons yang menyatakan bahwa hukum sebagai mekanisme penting dalam kontrol sosial. Sosiolog kritis mengembangkan perspektif hukum sebagai alat kekuasaan. Namun, teori lain sosiologi hukum, seperti yang dikemukakan Philip Selznick, bahwasannya hukum modern menjadi semakin responsif terhadap kebutuhan masyarakat dan harus didekati secara moral juga. Namun, sosiologi Amerika Donald Black, mengembangkan teori ilmiah hukum atas dasar paradigma sosiologis. Sosiolog Jerman Niklas Luhmann melihat hukum sebagai normatif tertutuf, namun secara kognitif terbuka.
“Semua kehidupan manusia dibentuk oleh hukum baik secara langsung maupun tidak langsung. Hukum itu seperti pengetahuan yakni sebuah fakta penting dan meresap pada kondisi sosial.”
— Niklas Luhmann, A Sociological Theory of Law
Filsuf sosial Jürgen Habermas tidak sependapat dengan pernyataan Luhmann dan berpendapat bahwa hukum sebagai sistem lembaga yang mewakili kepentingan rakyat. Pierre Bourdieu melihat hukum sebagai bidang sosial.

2.2. Hukum dan Masyarakat

Hukum dan Masyarakat adalah gerakan dari Amerika Serikat yang didirikan setelah Perang Dunia Kedua melalui inisiatif terutama dari sosiolog yang memiliki kepentingan studi hukum. Alasan dari gerakan Hukum dan Masyarakat ini diringkas menjadi dua kalimat pendek oleh Lawrence Friedman yaitu “Hukum adalah penting dan berperan besar di Amerika Serikat. Hukum terlalu penting untuk diserahkan kepada pengacara”. Ia sendiri percaya bahwa “studi hukum dan lembaga hukum dalam konteks sosial bisa menjadi bidang ilmiah yang berbeda dengan pendekatan metode penelitian yang berbeda”. Pembentukan Asosiasi Hukum dan Masyarakat pada tahun 1964 dan Undang-Undang Masyarakat tahun 1966 telah menjamin kegiatan ilmiah Hukum dan Masyarakat dan memungkinkannya untuk mempengaruhi pendidikan hukum dan pembuatan kebijakan di Amerika Serikat.

Perbedaan utama antara sosiologi hukum dan Hukum dan Masyarakat adalah Hukum dan Masyarakat tidak membatasi diri secara teoritis dan metodologis sosiologi dan tidak untuk mengakomododasi semua disiplin ilmu sosial tidak seperti sosiologi hukum. Hukum dan Masyarakat tidak hanya menyediakan tempat bagi sosiolog, antropolog sosial, dan ilmuwan politik yang berkepentingan dengan hukum, namun juga menggabungkan psikolog dan ekonom yang belajar hukum.

2.3. Yurisprudensi Sosiologis

Sosiologi hukum sering dibedakan dengan yurisprudensi sosiologis, meskipun sampai saat ini masih terjadi perdebatan. Yurisprudensi sosiologis berusaha untuk mendasarkan argumen hukum pada wawasan sosiologi. Tidak seperti teori hukum yang menggunakan praktek biasa. Yurisprudensi sosiologi dikembangkan di Amerika Serikat oleh Louis Brandeis dan Roscoe Pound dan dipengaruhi oleh karya perintis sosiolog hukum seperti ahli hukum Austria Eugen Ehrlich dan sosiolog Rusia-Perancis Georges Gurvitch.

Meskipun membedakan antara berbagai cabang studi ilmiah sosial-hukum, yurisprudensi sosiologis memungkinkan kita untuk menjelaskan dan menganalisis perkembangan sosiologi hukum dalam kaitannya dengan sosiologi dan studi hukum.

3. Studi Sosio-Hukum

Studi sosio-hukum telah berkembang di Inggris terutama di kalangan sekolah hukum. Studi ini sedikit berbeda dengan sosiologi hukum karena sosiologi hukum lebih kual ilmu sosialnya. Sosio-hukum telah dianggap sebagai cabang dari sosiologi hukum. Namun Max Travers menganggap bahwa studi sosio-hukum merupakan bagian dari kebijakan sosial terutama yang berkaitan dengan kebijakan pemerintah dalam penyediaan jasa hukum.

Terdapat beberapa praktisi studi sosio-hukum seperti Profesor Carol Smart, Profesor Mavis Maclean, dan John Eekelaar.

3.1. Metode Investigasi Sosio-Hukum

Sosiologi hukum tidak memiliki metode investigasi khusus untuk melakukan penelitian sosio-hukum. Sebaliknya, sosio-hukum menggunakan berbagai metode ilmiah sosial, termasuk teknik penelitian kualitatif dan kuantitatif, untuk mengeksplorasi hukum dan fenomena hukum. Pendekatan analisis wacana dan etnografi juga digunakan sebagai salah satu metode pengumpulan data dan analisis yang digunakan dalam studi sosio-hukum.

4. Merancang Konsep Sosiologis Hukum

Berbeda dengan pemahaman hukum sebelumnya, sosiologi hukum tidak melihat dan menentukan hukum hanya sebagai aturan, doktrin, dan keputusan, melainkan secara independen dari masyarakat. Aspek berbasis aturan hukum penting untuk diakui tetapi harus memberikan dasar yang memadai untuk menggambarkan, menganalisis, dan memahami hukum dalam konteks sosialnya. Dengan demikian, sosiologi hukum menganggap hukum sebagai seperangkat praktik institusional yang telah berevolusi dari waktu ke waktu dan dikembangkan melalui budaya, ekonomi, dan sosial-politik. Sebagai sistem sosial modern, hukum tidak berusaha untuk mendapatkan dan mempertahankan otonomi secara independen dari lembaga sosial lainnya dan sistem lain seperti agama, politik, dan ekonomi. Namun, secara historis dan fungsional tetap terkait dengan lembaga-lembaga lainnya. Dengan demikian, salah satu tujuan sosiologi hukum tetap merancang metodologi empiris untuk menggambarkan dan menjelaskan hubungan antara hukum modern dengan lembaga-lembaga sosial lainnya.

Beberapa pendekatan yang mempengaruhi sosiologi hukum telah menentang definisi hukum dalam hal hukum resmi (negara). Dari sudut pandang ini, hukum dipahami secara luas dan mencakup tidak hanya sistem hukum, lembaga-lembaga hukum resmi, dan prosesnya, tetapi juga berbagai norma resmi atau tidak resmi dan peraturan yang dibuat di dalam kelompok, asosiasi, dan masyarakat. Studi sosiologi hukum menjadi tidak terbatas dari menganalisis bagaimana aturan atau lembaga hukum berinteraksi dengan kelas sosial, jenis kelamin, ras, agama, jenis kelamin, dan kategori sosial lainnya. Sosiologi hukum juga berfokus pada bagaimana menata norma di dalam berbagai kelompok dan masyarakat termasuk masyarakat pengacara, pengusaha, ilmuan, anggota partai politik, atau bahkan anggota Mafia. Singkatnya, hukum dipelajari sebagai bagian dari lembaga sosial dan masyarakat.
5. Perspektif Kontemporer Sosiologi Hukum

5.1. Pluralisme Hukum

Pluralisme hukum adalah sebuah konsep yang dikembangkan oleh sosiologi hukum dan antropolog sosial untuk menggambarkan beberapa lapisan hukum yang ada di suatu negara atau masyarakat. Pluralisme hukum juga didefinisikan sebagai suatu situasi dimana dua atau lebih sistem hukum hidup berdampingan di bidang sosial yang sama. Pluralis hukum mendefinisikan hukum secara luas untuk mencakup tidak hanya sistem pengadilan dan hakim yang didukung oleh negara, tetapi juga dalam bentuk norma non-hukum. Pluralisme hukum terdiri dari banyak pendekatan metodologis yang berbeda dan sebagai sebuah konsep.
“Ideologi positivisme hukum berpegang pada imajinasi pengacara dan ilmuwan sosial yang berhasil menyamar sebagai fakta dan telah membentuk batu fondasi teori sosial dan hukum”
— John Griffiths, “What is Legal Pluralism”
Pluralisme hukum telah menempati posisi tengah dalam teorisasi sosio-hukum dan sosiologi hukum awal. Teori-teori dari sosiolog Eugen Ehrlich dan Georges Gurvitch telah memberikan kontribusi awal secara sosiologis untuk pluralisme hukum. Para kritikus sering bertanya: “Bagaimana hukum dibedakan dalam sudut pandang pluralis dari sistem normatif lainnya? Apa yang membuat sistem aturan sosio-hukum?”.

Kritik yang ditujukan pada pluralisme hukum sering menggunakan asumsi dasar hukum positif untuk mempertanyakan keabsahan teori pluralisme hukum. Roger Cotterrell menjelaskan bahwa konsepsi pluralis harus dipahami sebagai bagian dari usaha sosiolog hukum untuk memperluas perspektif hukum.

5.2. Autopoiesis Sosiologi Hukum

Humberto Maturana dan Francisco Varela awalnya menciptakan konsep autopoiesis dalam biologi untuk menggambarkan reproduksi sel melalui pembelahan diri. Konsep ini kemudian dipinjam dan direkonstruksi dalam bentuk sosiologis, dan dimasukkan ke dalam sosiologi hukum oleh Niklas Luhmann. Sistem teori Luhmann ini melampaui pemahaman klasik dimana komunikasi sebagai elemen dasar dari setiap sistem sosial. Menurut Roger Cotterrell, Lumann memperlakukan teori sebagai dasar untuk semua analisis sosiologis terhadap sistem sosial dan hubungan timbal baliknya. Postulat teori autopoiesis tidak memberi banyak panduan penelitian empiris namun meyakinkan apakah penelitian ini bisa menemukan sesuatu.

5.3. Budaya Hukum

Budaya hukum adalah salah satu konsep sentral dari sosiologi hukum. Studi tentang budaya hukum dapat dianggap sebagai salah satu pendekatan umum dalam sosiologi hukum.

Sebagai sebuah konsep yang mengacu pada pola dan perilaku sosial secara hukum, oleh karena itu dianggap sebagai subkategori dari konsep budaya. Konsep ini masih baru. Menurut David Nelken, istilah ini memiliki arti yang sama dengan tradisi hukum atau gaya hukum. Budaya hukum mengajak kita untuk mengeksplorasi keberadaan variasi hukum yang sistematis antara hukum tertulis dan hukum dalam tindakan beserta hubungannya.

Pendekatannya berfokus pada aspek budaya hukum, perilaku hukum, dan lembaga hukum. Dengan demikian, budaya hukum memiliki kesamaan dengan antropologi budaya, pluralisme hukum, dan perbandingan hukum.

Lawrence M. Friedman adalah sarjana sosio-hukum yang memperkenalkan gagasan budaya hukum ke dalam sosiologi hukum. Menurut Friedman, budaya hukum mengacu pada pengetahuan tentang sikap dan pola perilaku masyarakat terhadap sistem hukum. Friedman menekankan pluralitas hukum menunjukkan bahwa seseorang dapat mengeksplorasi budaya hukum pada berbagai tingkat abstrak misalnya pada tingkat sistem hukum, negara, atau masyarakat.

5.3. Feminisme dalam Sosiologi Hukum

Hukum telah dianggap sebagai salah satu wadah penting bagi feminisme. Seperti yang telah ditunjukkan oleh feminis Ruth Fletcher yang berhasil menggabungkan teori dan prakteknya melalui litigasi, kampanye reformasi, dan pendidikan hukum. Kaum feminis telah terlibat langsung dengan hukum dan bahkan mengambil profesi hukum. Dengan demikian, perempuan telah berperan penting dalam membuat hukum dan mengaksesnya sesuai kebutuhan. Dengan menggunakan konsep hukum dan metode analisis kritis, kaum feminis telah dapat mempertanyakan dan memperdebatkan suatu hukum.

5.4. Globalisasi dalam Sosiologi Hukum

Globalisasi sering didefinisikan sebagai proses perkembangan budaya di tingkat masyarakat dunia secara radikal. Hukum merupakan unsur penting dari proses globalisasi. Penelitian tentang pentingnya hukum dalam globalisasi sudah dilakukan pada tahun 1990-an oleh beberapa ilmuwan seperti Yves Dezalay, Bryant Garth, dan Volkmar Gessner. Meskipun penting, namun pentingnya hukum dalam hal menciptakan dan mempertahankan proses globalisasi sering diabaikan dalam sosiolog globalisasi. Bahkan sedikit terbelakang dalam sosiologi hukum.



Referensi:
  1. Sosiologi Hukum (https://wonkdermayu.wordpress.com/kuliah-hukum/sosiologi-hukum/)
  2. Sociology of law (https://en.wikipedia.org/wiki/Sociology_of_law)
  3. Sosiologi Hukum (http://bahankuliyah.blogspot.co.id/2014/04/sosiologi-hukum.html)
  4. Materi Sosiologi Hukum Awal (Pengantar) (http://www.kompasiana.com/lismanto/materi-sosiologi-hukum-awal-pengantar_551225a68133113754bc6013)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar