Kamis, 09 Februari 2017

STRATEGI MEMBONGKAR KEJAHATAN

STRATEGI MEMBONGKAR KEJAHATAN




Dalam ilmu kriminologi, teknik-teknik untuk membongkar kejahatan diperlukan agar kasus dapat terungkap. Selain “skill” mumpuni, insting, pengalaman panjang penyidik, kebiasaan pelaku hingga berbagai hubungan antar satu dengan lain diperlukan agar perkara dapat dibongkar.

Berbagai kasus-kasus yang menarik perhatian public (penulis sepakat tidak ada kasus yang rumit. Yang ada adalah kasus yang menarik perhatian public) seperti kasus bom teroris Bali I, pembunuhan Nasaruddin yang melibatkan tokoh penting, pembunuhan “coffee Vietnam” Myrna, pembunuhan “Pakde” dapat diungkapkan berdasarkan berbagai teknik-teknik yang dapat kita pelajari.

Teknik-teknik inilah yang harus dikuasai oleh penyidik sehingga berbagai teknik-teknik penyidikan dapat memberikan catatan tentang kejahatan itu sendiri. Teknik-teknik kemudian berhasil dipadukan informasi dari penyidik dan informasi terhadap pengungkapan kasus oleh penyidik.

Setiap kejahatan meninggalkan jejak

Kalimat “Setiap kejahatan meninggalkan jejak” merupakan stimulus dan semangat yang kuat dari setiap telik sandi untuk mengungkapkan kasus. Tidak ada satupun kejahatan yang tidak meninggalkan jejak.

Masih ingat kejadian Bom Bali 1 tahun 2002. Berbagai tokoh-tokoh Islam kemudian “menuding” adanya desain dari Negara-negara canggih untuk menciptakan teror di Indonesia.

Dengan daya ledak dan daya teror Bom Bali I, Peristiwanya sungguh dahsyat. 202 orang tewas. 209 orang luka-luka. Dunia hukum kemudian heboh terhadap terorisme yang belum diatur didalam norma hukum Indonesia.

Indonesia kemudian mencekam dan public berharap dapat diungkapkan kasus ini.

Ditengah pesimis sebagian kalangan namun menggunakan “Setiap kejahatan meninggalkan jejak”, setiap serpihan mulai dikumpulkan satu persatu. Dilakukan rekonstruksi ulang untuk melihat “penyebab” dan cara meledaknya bom.

Dengan ketekunan dimulai dari pengungkapan sepeda motor Yamaha, serpihan mobil L-300 (nomor chasis dan nomor mesin sudah dihapus dengan cara digerinda namun KIR masih meninggalkan jejak) maka misteri ini kemudian terkuak.

Jejak ini kemudian menemukan  Amrozi di Lamongan tiga minggu kemudian. Jejak ini kemudian berhasil mengungkapkan pelaku lain seperti Ali Imron, Ali Gufron, Imam Samudra, Umar Patek dan lain-lain.

Ingat. Kasus ini berhasil diungkapkan dalam waktu kurang dari satu bulan. Bandingkan dengan pengungkapan kasus bom mobil yang diparkir di luar gedung Murah di Oklahoma City menewaskan 168 orang dan melukai lebih dari 500 orang pada tanggal 19 April 1995. Peristiwa ini merupakan pengeboman di AS yang paling mematikan dalam 75 tahun. Kasus ini kemudian memerlukan pengungkapan hingga 6 tahun kemudian untuk menghukum Timothy McVeigh dan Terry Nichols.  McVeigh dieksekusi pada tahun 2001, sedangkan Nichols dijatuhi hukuman penjara seumur hidup.

Publik “meragukan” hasil penangkapan dan menuduh “ada desain besar” menghancurkan kelompok Islam. Tuduhan itu cukup serius sehingga sebuah televisi harus melayangkan secara “live” bagaimana Ali Imron harus memeragakan perakitan bom dalam sejumlah “filling” cabinet hingga siap digunakan.

Dengan santai, Ali Imron memeragakan rangkain 23 adegan lengkap detail penggunaan istilah kimia untuk merakit bom, memasukkan kedalam mobil L-300 hingga meledak di  Legian, Kuta, Bali. Hasil rakitan bom kemudian dapat disetarakan dengan bom TNT seberat 1 kg  merupakan bom RDX berbobot 50-150 kg. Serpihan mobil L-300 adalah awal investigas membuka misteri peristiwa tersebut.

Namun jejak yang terlalu sempurna justru menimbulkan pertanyaan. Masih ingat Film Speed tahun 1994 dengna bintang actor Keanu Reeves (Jack Traven) dan Sandra Bullock yang berusaha menangkap Howard Payne, seorang ahli bahan peledak sekaligus pensiunan polisi yang tidak puas akan perlakuan rekannya pada masa baktinya sebagai polisi, sehingga Payne berusaha membalas dendam dengan menjadi teroris.

Jejaknya yang ditinggalkan “terlalu sempurna” sehingga Jack Traven menaruh curiga sehingga melakukan berbagai “simulasi” lain untuk mengetahui siapa pembuat bom.

Akhirnya diketahui seorang pelaku yang bernama Howard Payne yang juga instruktur dari New York Police Departemen yang juga instruktur bom Jack Traven.

Penggunaan scientic juga diperlukan didalam mengungkapkan kejahatan. Rambut, DNA, sidik jari, sperma adalah bukti-bukti yang membantu telik sandi mengungkapkan kasus.

Novel-novel klasik Sherlock Holmes adalah penggunaan  scientic didalam mengungkapkan kejahatan. Penggunaan proyektil peluru juga sebagai “sidik jari” menentukan siapa pemilik senjata api.

Cara ini digunakan oleh Harison Ford yang berperan sebagai Dr. Ricard Kimble didalam Filmnya “Fugitive.

Dr. Ricard Kimble menemukan istrinya terbunuh namun dia kemudian dituduh membunuh istrinya. Ricard kemudian menjadi buronan satu kota dan selain harus “survive” bertahan hidup, Ricard hendak membongkar kejahatan sekaligus mengetahuai siapa pembunuhnya.

Akhirnya Ricard mengetahui pembunuh istrinya sekaligus membersihkan namanya dari tuduhan pembunuhan.

Pengungkapan kasus dengan pendekatan proyektil juga dilakukan dalam kasus terbunuhnya Direktur PT. Asaba tahun 2003. Melihat pola tembakan dan proyektil peluru ditemukan, maka kasus ini melibatkan pelaku yang mempunyai kemampuan khusus. Pelaku kemudian diketahui sebagai komandan intai pasukan elite.

Kemampuan telik sandi mengungkapkan berbagai “jejak” selain dipengaruhi pengalaman panjang, kemampuan membaca situasi, membaca perkembangan zaman juga dipengaruhi kemampuan membaca kehidupan pelaku. Kemampuan terakhir ini penting selain bisa mempermudah membaca jejak juga akan membantu mengikuti berbagai “jejak” yang akan dihilangkan oleh pelaku.

Pelaku ingin melihat hasil kejahatan

Istilah ini penulis temukan setelah mendapatkan informasi setelah terbongkarnya kasus pembunuhan di Angso Duo. Kasus ini kemudian dikenal sebagai kasus “Unyil’.

Unyil adalah penamaan kasus dari perebutan “tamu” di seputaran Angso Duo. Unyil dianggap sebagai pelaris sehingga mengurangi rejeki dari yang lain.

Telik sandi ketika menemukan mayat di Angso duo menemukan orang-orang yang dicurigai setelah mayat ditemukan.  

Berdasarkan teknik-teknik tertentu didalam mengungkapkan kasus ini, maka pelaku kemudian dapat ditemukan. Dan pelaku kemudian berada di saat keramaian masyarakat mengetahui ditemukan mayat.

Pelaku berhubungan dengan orang yang dipercaya

Pengungkapan kasus  “penilepan” dana masyarakat oleh seorang terkenal tahun 2004 kemudian menghentakkan dan menimbulkan kehebohan di Jambi. Masyarakat Jambi yang dijanjikan akan mendapatkan keuntungan dalam waktu singkat setelah “menanamkan” uangnya dalam bisnisnya kemudian terbukti “bodong’.

Sang pelaku kemudian kabur ke Medan sehingga telik sandi kemudian kehilangan jejaknya.

Namun dengan teknik “penyadapan” dan mengikuti jalur signal HP, pelaku kemdian di temukan di sebuah rumah kontrakan di Medan.

Peristiwa serupa juga terjadi di Bom Bali I. Nama Amrozy dan kedua saudaranya bahkan menemukan Imam Samudra juga didasarkan kepada hubungan telekomunikasi dengna orang-orang yang dipercaya.

Berbagai peristiwa bisa terungkap berdasarkan kepada orang-orang yang dipercaya dalam berkomunikasi. Sehingga pemantauan keberadaan pelaku juga dimulai dari orang-orang yang dipercaya dan hubungan komunikasi terus menerus dari pelaku kepada orang-orang tersebut.

Memakan bubur panas

Strategi “memakan bubur panas” merupakan strategi penyidikan didalam mengungkapkan kasus besar.

Tertangkapnya Mindo Rosalina Manullang, Direktur Pemasaran PT. Anak Negeri, 21 April 2011 kemudian menguak keterlibatan orang-orang penting. Mulai dari Menteri Olahraga, Andi Mallarangeng, Bendahara partai berkuasa, Nazaruddin bahkan kemudian melibatkan Anas Urbaningrum. Selain Mirwan Amin, Angelina Sondakh, I Wayah Koster. Cuma I Wayan Koster yang selamat.

Begitu juga tertangkapnya Ahmad Fathana bersama dengan MS, seorang mahasiswi di kampus ternama di Jakarta yang kemudian “merembet” ke petinggi Presiden Partai. Sang Presiden kemudian terbukti menerima suap 1,3 milyar dari PT. Indoguna Utama. Kasus ini juga dikenal sebagai kasus “kuota sapi”.

 Begitu juga pengungkapan kasus terbunuhnya PT. Rajawali Nusantarai Indonesia, Nasrudin, Telik sandi sudah “mencium” keterlibatan orang penting sehingga kasus ini kemudian dicari dulu pelaku barulah ditentukan keterlibatan orang penting.

Dengan ditemukan eksekutor lapangan, maka keterlibatan seperti seperti Williardi Wizard  (WW) dan Sigit Hario Wibisono (SHW). WW mengakui telah menyediakan orang-orang untuk melaksanakan pembunuhan setelah menerima dana dari SHW. SHW kemudian yang menguak keterlibatan Antasari Azhar (AA).

Terlepas dari polemic, putusan terhadap AA telah mempunyai kekuatan hukum.

Strategi dengan menangkap Minda Rosal Manullang, Ahmad Fathana dan eksekutor pembunuh Nasrudin merupakan strategi “memakan bubur panas’. Bukti-bukti kemudian mengantarkan kepada keterlibatan orang penting.

Berbagai strategy dengan “ciamik” dimainkan apabila setiap asumsi dalam pikiran telik sandi mengikuti bukti-bukti yang ada. Telik sandi tidak dibenarkan membangun asumsi tanpa didukung bukti-bukti yang ditemukan.

Kesalahan membaca “jejak’ mengakibatkan apalagi membangun prasangka tanpa didukung bukti membuat kasus pembunuh wartawan Bernas Yogyakarta  Fuad Muhammad Syafrudin (Udin) kemudian berhasil dibongkar di Pengadilan Negeri Bantul.

Udin yang membongkar kinerja Pemda Bantul  terutama dugaan penyelewengan dana Inpres tertinggal kemudian dihabisi oleh seorang tamu yang datang kerumahnya.

Tuduhan kepada Dwi Sumaji (Iwik) sebagai pelaku dengan motif “asmara atau perselingkungan” kemudian tidak terbukti.

Pengadilan Negeri Bantul justru menemukan berbagai “scenario” yang melibatkan orang penting di Pemerintahan Bantul. Iwik kemudian dibebaskan.

Berangkat dari berbagai peristiwa yang telah disebutkan, maka telik sandi selain mempunyai kemampuan dan tekun membaca jejak, menggunakan berbagai pendekatan scientic didalam mengungkapkan kejahatan juga harus mengikuti jalur “jejak’ untuk menentukan pelaku.

Ketidaksabaran, membangun asumsi tanpa didukung bukti selain akan menghilangkan profesionalisme telik sandi juga akan menyebabkan pelaku kemudian dibebaskan dari persidangan.

Selain itu juga, telik sandi harus mandiri dan otonom, tidak tunduk kepada perintah atasan yang tidak berpatokan terhadap “jejak’.

Apalagi cuma berkeinginan hanya mencari pelaku dan tunduk kepada laporan kepada public yang tidak didukung oleh bukti-bukti.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar