Selasa, 07 Februari 2017

Bantuan Hukum Terhadap Tersangka Pada Tingkat Praperadilan

Bantuan Hukum Terhadap Tersangka Pada Tingkat Praperadilan

Bantuan hukum ini diberikan kepada seseorang (tersangka) sebelum pemeriksaan pokok perkaranya di persidangan. Misalnya perkara pokoknya adalah pembunuhan yang dituduhkan kepada seseorang, maka sebelum perkara pembunuhan di sidang, perkara praperadilannya saja dulu di disidangkan.
Tentang adanya praperadilan, dasar hukumnya diatur dalam Pasal 1 angka 10 KUHAP, Praperadilan adalah wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini, tentang :
a. Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka;
b. Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan;
c. Permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan.
Selanjutnya Pasal 77 KUHAP disebutkan bahwa Pengadilan Negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus, tentang :
a. Sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau
b. Penghentian penuntutan;
c. Ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.
Dalam persidangan praperadilan tidak diperiksa dengan majelis hakim, melainkan dengan hakim tunggal dan dibantu oleh seorang panitera (Pasal 78 ayat 2 KUHAP). Pemeriksaan dilakukan dengan acara cepat dan paling lambat dalam tempo 7 hari hakim sudah haus menjatuhkan putusannya. Dalam praktik umumnya praperadilan dapat diputus sesuai dengan yang dimaksud KUHAP, karena para pihak yang berpekara berniat menyelesaikan perkara dengan cepat.
2. Pemohon dan termohon praperadilan
Pemohon peradilan yang dimaksud disini adalah orang yang mengajukan praperadilan ke pengadilan, sedangkan termohon adalah lembaga / instansi yang diajukan praperadilan.
Pemohon praperadilan pada dasarnya adalah tersangka, namun demikian dapat juga dari pihak ketiga. Pemohon dari pihak tersangka karena adanya salah tangkap dan salah tahan. Seseorang yang ditangkap atau ditahan oleh penyidik tidak disertai dengan surat perintah penangkapan atau penahanan, maka dapat dibawa ke sidang praperadilan. Kemudian tersangka dapat juga menggugat ganti kerugian akibat tidak sahnya tindakan tersebut.
Sedangkan pemohon dari pihak ketiga adalah pihak ketiga yang ada hubungannya dengan terangka, seperti keluarga tersangka (orang tua, saudara, istri/suami) karena dalam surat penangkapan atau surat penahanan keluarga tersangka wajib diberikan salinan surat tersebut, agar pihak keluarga mengetahui keberadaan tersangka. Selain itu pihak ketiga dalam tuntutan tidak sahnya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan adalah pihak ketiga yang merasa dirugikan yaitu korban dalam peristiwa pidana.
Selanjutnya termohon dalam hal ini adalah penyidik atau penuntut umum, tergantung terjadinya tindakan yan dianggap tidak sah oleh pemohon terjadi di tingkat penyidikan atau penuntutan.
Dalam proses praperadilan peran advokat/pengacara tergolong penting dalam memberikan bantuan hukum, jika pemohon memang berkehendak menggunakan jasa advokat, karena akan memperlancar proses persidangan.
3. Acara pemeriksaan praperadilan
Dalam hukum acara pidana mengenai 3 (tiga) jenis acara pemeriksaan perkara yaitu acara pemeriksaan biasa, acara pemeriksaan cepat dan acara pemeriksaan singkat. Acara pemeriksaan praperadilan termasuk acara pemeriksaan cepat. Hal ini diatur dalam Pasal 82 ayat (1) KUHAP.
Acara pemeriksaan praperadilan sebagai berikut :
a. Dalam waktu tiga hari setelah diterimanya permintaan, hakim yang ditunjuk menetapkan hari sidang;
b. Dalam memeriksa dan memutus tentang sah atau tidaknya penangkapan atau penahanan, sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penuntutan, permintaan ganti kerugian dan atau rehabilitasi akibat tidak sahnya penangkapan atau penahanan, akibat sahnya penghentian penyidikan atau penuntutan dan ada benda yang disita yang tidak termasuk alat pembuktian, hakim mendengar keterangan baik dari tersangka atau pemohon maupun dari pejabat yang berwenang;
c. Pemeriksaan tersebut dilakukan secara cepat dan selambat-lambatnya tujuh hari hakim harus sudah menjatuhkan putusannya;
d. Dalam hal suatu perkara sudah mulai diperiksa oleh pengadilan negeri, sedangkan pemeriksaan mengenai permintaan kepada praperadilan belum selesai, maka permintaan tersebut gugur;
e. Putusan praperadilan pada tingkat penyidikan tidak menutup kemungkinan untuk mengadakan pemeriksaan, praperadilan lagi pada tingkat pemeriksaan oleh penuntut umum, jika untuk itu diajukan permintaan baru.
4. Isi putusan pra peradilan
Isi putusan praperadilan memuat hal sebagai berikut (Pasal 82 ayat 3 KUHAP) :
a. Dalam hal putusan menetapkan bahwa sesuatu penangkapan atau penahanan tidak sah, maka penyidik atau jaksa penuntut umum pada tingkat pemeriksaan masing-masing harus segera membebaskan tersangka;
b. Dalam hal putusan menetapkan bahwa sesuatu penghentian penyidikan atau pentuntutan tidak sah, penyidikan atau penuntutan terhadap tersangka wajib dilanjutkan;
c. Dalam hal putusan menetapkan bahwa suatu penangkapan atau penahanan tidak sah, maka dalam putusan dicantumkan jumlah besarnya ganti kerugian dan rehabilitasi yang diberikan, sedangkan dalam hal suatu penghentian penyidikan atau penuntutan adalah sah dan tersangkanya tidak ditahan, maka dalam putusan dicantumkan rehabilitasinya; dalam hal putusan menetapkan bahwa benda yang disita ada yang tidak termasuk alat pembuktian, maka dalam putusan dicantumkan bahwa benda tersebut harus segera dikembalikan kepada tersangka atau dari siapa benda itu disita.
Ganti kerugian dapat diminta, yang meliputi hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 dan Pasal 95 KUHAP.
Terhadap putusan praperadilan dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79, Pasal 80 dan Pasal 81 KUHAP tidak dapat dimintakan banding, kecuali adalah putusan praperadilan yang menetapkan tidak sahnya penghentian penyidikan atau penuntutan, yang untuk itu dapat dimintakan putusan akhir ke pengadilan tinggi dalam daerah hukum yang bersangkutan (Pasal 83 ayat 1 dan 2 KUHAP).
5. Gugurnya permohonan praperadilan
Persidangan praperadilan hanya dapat dilakukan ketika perkara pidana sedang diproses di tingkat penyidikan atau tingkat penuntutan. Dengan kata lain, sebelum perkaranya diproses (disidangkan) di pengadilan. Jika suatu perkara pidana sudah mulai disidangkan sementara sidang praperadilannya belum selesai, maka berakibat permohonan praperadilan menjadi gugur (Pasal 82 ayat 1 huruf d KUHAP).
6. Upaya hukum terhadap putusan praperadilan
Maksud upaya hukum disini adalah upaya perlawanan pemohon terhadap putusan praperadilan, baik berupa upaya hukum banding maupun kasasi atau peninjauan kembali.
Kalau merujuk dari Pasal 83 ayat (1) KUHAP praperadilan tidak dapat dilakukan upaya hukum banding. Jika tidak dapat dilakukan upaya banding ke pengadilan tinggi, apakah dapat diajukan kasasi ke Mahkamah Agung ? Untuk menjawab hal ini dapat dilihat pada putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 464/Pid/1985 tanggal 13 Sepetember 1985. Dalam putusan ini, MA menegaskan upaya hukum kasasi terhadap praperadilan tidak dapat diterima. Namun dalam perkara praperadilan lainnya, putusan MA Nomor 35 K/Pid/2002 tanggal 6 Maret 2002 permohonan kasasi Jaksa Agung dikabulkan oleh Mahkamah Agung. Ini menunjukkan ada terobosan hukum dalam rangka menegakkan hukum pada saat itu.
Selanjutnya setelah dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2005 tentang Mahkamah Agung melalui Pasal 45 A ayat (2) huruf a menegaskan bahwa terhadap putusan praperadilan termasuk perkara yang terkena pembatasan untuk di kasasi (tidak boleh di kasasi). Dengan demikian berdasarkan ketentuan tersebut kasasi terhadap putusan praperadilan sudah tidak diperbolehkan lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar