Selasa, 07 Februari 2017

TATA CARA PEMBERIAN HAK MILIK ATAS TANAH NEGARA

TATA CARA PEMBERIAN HAK MILIK ATAS TANAH NEGARA



Oleh : Jon Efendy Purba, S.Pd., SH

BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang.
Tanah merupakan salah satu faktor penting dalam kehidupan manusia yang telah dikaruniakan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Baik sebagai sumber  penghidupan maupun sebagai tempat berpijak manusia dalam kelangsungan kehidupan sehari-hari. Tanah sangat erat hubungannya dengan manusia, karena anah mempunyai nilai ekonomis bagi segala aspek kehidupan manusia dalam rangka menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.
Manusia berlomba-lomba untuk menguasai dan memiliki bidang tanah yang diinginkan, oleh karena itu tidak mengherankan kalau setiap manusia yang ingin memiliki dan menguasainya menimbulkan masalah-masalah tanah, seperti dalam pendayagunaan tanah. Manusia dalam mendayagunakan tanah tidak seimbang dengan keadaan tanah, hal ini dapat memicu terjadinya perselisihan antara sesama manusia seperti perebutan hak, timbulnya masalah kerusakan-kerusakan tanah dan gangguan terhadap kelestariannya. Dalam rangka mengatur dan menertibkan masalah pertanahan telah dikeluarkan berbagai peraturan hukum pertanahan yang merupakan pelaksanaan dari UUPA sebagai Hukum Tanah Nasional.
Secara umum UUPA membedakan tanah menjadi:
1. Tanah Hak
Tanah hak adalah tanah yang telah dibebani sesuatu hak diatasnya,  tanah
hak juga dikuasai oleh negara tetapi penggunaannya tidak langsung  sebab ada hak pihak tertentu diatasnya.
2. Tanah Negara
Tanah negara adalah tanah yang langsung dikuasai negara. Langsung dikuasai artinya tidak ada pihak lain diatas tanah itu, tanah itu disebut juga tanah negara bebas.
Landasan dasar bagi pemerintah dan rakyat Indonesia untuk menyusun politik hukum serta kebijaksanaan dibidang pertanahan telah tertuang dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 ayat (3) yang berbunyi “Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 ayat (3) makna dikuasai oleh negara bukan berarti bahwa tanah tersebut harus dimiliki secara keseluruhan oleh negara, tetapi pengertian dikuasai itu memberi wewenang kepada negara sebagai organisasi kekuasaan dari bangsa Indonesia untuk tingkatan yang tertinggi untuk:
a. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukkan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut.
b. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa.
c. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum mengenai bumi, air dan ruang angkasa.
BAB II
PEMBAHASAN
A.  Pemberian Hak Atas Tanah
Pemberian hak atas tanah adalah penetapan pemerintah yang memberikan suatu hak atas tanah negara, perpanjangan jangka waktu hak, pembaharuan hak dan perubahan hak.
1. Perpanjangan hak adalah penambahan jangka waktu berlakunya suatu hak atas tanah tanpa mengubah syarat-syarat dalam pemberian hak tersebut, yang permohonannya dapat diajukan sebelum jangka waktu berlakunya hak atas tanah yang bersangkutan berakhir.
2. Pembaharuan hak adalah pemberian hak atas tanah yang sama kepada pemegang hak yang sama yang dapat diajukan setelah jangka waktu berlakunya hak yang bersangkutan berakhir.
3. Perubahan hak adalah penetapan pemerintah mengenai penegasan bahwa sebidang tanah yang semula dipunyai dengan sesuatu hak atas tanah tertentu, atas permohonan pemegang haknya, menjadi tanah negara dan sekaligus memberikan tanah tersebut kepadanya dengan hak atas tanah jenis lainnya.
Pemberian hak milik harus berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 ayat (3). Tujuan diadakannya pemberian hak atas tanah adalah agar lebih mengarah kepada catur tertib dibidang pertanahan, yaitu tertib hukum pertanahan, tertib administrasi pertanahan, tertib pemeliharaan pertanahan dan tertib penggunaan pertanahan. Hak atas tanah adalah hak sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 16 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yaitu:
1. Hak atas tanah primer (originair)
Hak atas tanah primer (originair) yaitu hak atas tanah yang langsung diberikan oleh negara kepada subyek hak seperti:
a. Hak Milik
b. Hak Guna Usaha
c. Hak Guna Bangunan
2. Hak atas tanah sekunder
Hak atas tanah sekunder adalah hak untuk menggunakan tanah milik hak lain.
Misalnya:
a. Hak Guna Bangunan
b. Hak Pakai
c. Hak Usaha Bagi Hasil
d. Hak menumpang

1.  Pengertian Hak Milik
Ketentuan tentang hak milik diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 pasal 20 - 27. Dalam Undang-undang ini pengertian hak milik seperti yang dirumuskan pada pasal 20 ayat (1) adalah hak turun-temurun, terkuat, dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah dengan mengingat fungsi sosial.
Fungsi sosial disini berarti penggunaan tanah harus disesuaikan dengan keadaan dan sifat daripada haknya, sehingga bermanfaat baik bagi masyarakat dan pemiliknya.

2.  Sifat-sifat Hak Milik
Adapun sifat-sifat hak milik adalah sebagai berikut:
a. Turun-temurun, adalah hak milik tidak hanya berlangsung selama hidup    si pemilik akan tetapi dapat dilanjutkan oleh para ahli warisnya.
b.  Terkuat, adalah bahwa hak milik jangka waktunya tidak terbatas.
c. Terpenuh, adalah memberikan wewenang kepada pemilik tanah yang paling luas dibandinghkan dengan hak-hak lain, menjadi induk hak-hak lain, peruntukannya tidak terbatas karena hak milk dapat digunakan untuk pertanian dan bangunan.
Pemberian sifat hak milik tidak berarti bahwa hak itu merupakan hak yang mutlak, tidak terbatas dan tidak dapat diganggu gugat sebagai hak eigendom menurut pengertian yang asli dulu. Kata-kata terkuat dan terpenuh itu bermaksud untuk membedakannya dengan hak guna usaha, hak        guna bangunan, hak pakai dan lain-lainnya yaitu untuk menunjukan      bahwa diantara hak-hak atas tanah yang dapat dipunyai orang hak miliklah yang “ter” (paling).



3.  Ciri-ciri Hak Milik
Ciri-ciri hak milik adalah sebagai berikut:
a. Hak milik dapat dijadikan jaminan hutang
b. Hak milik dapat digadaikan
c. Hak milik dapat dialihkan kepada orang lain, melalui: jual beli, hibah, wasiat, tukar-menukar
d. Hak milik dapat dilepaskan dengan sukarela
e. Hak milik dapat diwakafkan ( PP No. 28 Tahun 1977 )

4.  Yang Dapat Mempunyai Hak Milik
Sesuai dengan pasal 21 ayat (2) yang dapat mempunyai hak milik adalah:
1. Warga Negara Indonesia
2. Badan-badan Hukum yang ditunjuk oleh Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 1963 yaitu:
a. Bank-Bank Pemerintah
b.  Bank-Bank Negara, seperti Bank Indonesia, Bank Dagang Negara, Bank Negara Indonesia.
c. Koperasi Pertanian
d. Badan-Badan Keagamaan
e. Badan-Badan Sosial
3. Orang asing atau yang hilang kewarganegaraannya, setelah satu tahun hak milik harus dilepaskan.
5.  Timbulnya Hak Milik
Timbulnya hak milik sesuai dengan Undang-undang No. 5 Tahun 1960 pasal 22 yaitu:
1. Terjadinya hak milik menurut hukum adat diatur dengan Peraturan pemerintah biasanya dengan jalan membuka tanah, artinya membuka hutan dijadikan lahan pertanian.
Terjadinya hak milik menurut hukum adat sangat erat hubungannya dengan hak ulayat. Dalam hukum adat seseorang dapat membuka lahan dari hutan yang ada pada wilayah masyarakat hukum adat dengan persetujuan dari kepala adat. Terjadinya hak milik dengan cara ini memerlukan waktu yang cukup lama dan tentunya memerlukan penegasan hukum yang berupa pengakuan dari pemerintah.
2. Penetapan Pemerintah, menurut cara dan syarat yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah dan ketentuan undang-undang.
Terjadinya hak milik karena pemerintah yaitu, pemerintah memberikan hak milik atas tanah berdasarkan perubahan dari suatu hak yang sudah ada.
Sedangkan terjadinya hak milik karena ketentuan undang-undang dapat dilihat dari UUPA yaitu, pada tanggal 24 September 1960 pada saat diundangkannya UUPA, maka hak-hak atas tanah dapat diubah menjadi hak milik jika hak atas tanah tersebut telah memenuhi syarat-syarat untuk mempunyai hak milik menurut aturan dalam UUPA.


B.  Syarat-Syarat Permohonan Hak Milik
Syarat-syarat permohonan untuk hak milik adalah sebagai berikut:
1.  Hak Milik dapat diberikan kepada:
a. Warga Negara Indonesia
b.  Badan-badan Hukum yang ditetapkan oleh Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku yaitu: Bank Pemerintah, Badan Keagamaan dan Badan Sosial yang ditunjuk oleh Pemerintah. Karena pemberian Hak Milik untuk badan hukum ini hanya dapat diberikan atas tanah-tanah tertentu yang benar-benar berkaitan langsung dengan tugas pokok dan fungsinya.
2.  Permohonan
Sesuai  dengan  ketentuan  Peraturan  Menteri  Negeri  Agraria/Kepala
Badan    Pertanahan   Nasional  Nomor  9  Tahun  1999,   permohonan  untuk
memperoleh hak milik harus ditempuh sebagai berikut:
a. Permohonan hak milik atas tanah negara diajukan secara tertulis.
b. Permohonan hak milik atas tanah negara memuat:
1. Keterangan mengenai pemohon:
a. apabila perorangan: nama, umur, kewarganegaraan, tempat   tinggal  dan pekerjaannya serta keterangan mengenai isteri/ suami dan anaknya yang masih menjadi tanggungannya.
b. apabila badan hukum: nama, tempat kedudukan, akta atau peraturan pendiriannya, tanggal dan nomor surat keputusan pengesahannya oleh pejabat yang berwenang tentang penunjukannya sebagai badan hukum yang dapat mempunyai hak milik berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2.  Keterangan mengenai tanahnya yang meliputi data yuridis dan data fisik:
a. Dasar penguasaan atau alas haknya dapat berupa sertipikat, girik, surat kapling, surat-surat bukti pelepasan hak dan pelunasan tanah dan rumah dan atau tanah yang telah dibeli dari Pemerintah, putusan pengadilan, akta PPAT, akta pelepasan hak, dan surat-surat bukti perolehan tanah lainnya.
b. Letak, batas-batas dan luasnya (jika ada Surat Ukur atau Gambar Situasi sebutkan tanggal dan nomornya).
c. Jenis tanah (pertanian/non pertanian).
d. Rencana penggunaan tanah
e. Status tanahnya (tanah hak atau tanah Negara).

C.  Syarat-syarat Pemberian Hak Milik
1. Mengenai pemohon:
a. Jika perorangan
Blanko permohonan hak yang telah diisi pemohon harus dilampiri:
1. Foto copy Kartu Penduduk
2. Surat bukti kepemilikan tanah
3. Surat pernyataan diatas segel atas penguasaan fisik atas tanah
4. Surat Keterangan Tanah dari Kepala Desa/Kelurahan
5. Foto copy SPPT-PBB tahun terakhir, serta menunjukan aslinya
6. Surat Ukur
7. Surat pernyataan pemohon mengenai jumlah bidang, luas dan status tanah-tanahnya yang telah dimilik pemohon termasuk bidang tanah yang dimohon
8. Surat Ijin Mendirikan Bangunan
b. Jika badan hukum
Blanko permohonan hak yang telah diisi pemohonharus dilampiri:
1.  Surat penunjukan dari Menteri (Sesuai PP No. 38 tahun 1963 tentang penunjukan Badan-badan hukum yang dapat mempunyai Hak Milik atas tanah)
2. Foto copy Kartu Penduduk
3.  Akte pendirian badan hukum (dari Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia)
4.  Surat pengesahan badan hukum (dari Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia)
5.  Ijin lokasi
6. Surat bukti perolehan tanah
7. Surat Ijin Mendirikan Bangunan
8. Foto copy SPPT-PBB tahun terakhir, serta menunjukan aslinya
9.  Rekomendasi surat persetujuan penanaman modal PMDN atau surat pemberitahuan persetujuan Presiden bagi PMA atau surat persetujuan prinsip dari Departemen Teknis bagi non PMA/PMDN
2. Mengenai tanahnya
a. data yuridis: sertifikat, girik, surat kapling, surat-surat bukti pelepasan hak dan pelunasan tanah dan rumah dan atau tanah yang telah dibeli dari Pemerintah, akta PPAT, akta pelepasan hak, putusan pengadilan, dan surat-surat bukti perolehan tanah lainnya.
b) data fisik: surat ukur, gambar situasi dan IMB.

D.  Proses Penanganan dan Pemberian Hak Milik Atas Tanah Negara
Setelah semua berkas permohonan diterima, maka Kepala Kantor Pertanahan memeriksa dan meneliti kelengkapan data yuridis dan data fisik, dari pihak pemohon hak atas tanah negara serta memeriksa kelayakan permohonan tersebut untuk dapat atau tidaknya diproses lebih lanjut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Apabila dalam hal tanah yang dimohon belum ada Surat ukurnya, Kepala Kantor Pertanahan memerintahkan kepada Kepala Seksi Pengukuran dan Pendaftaran Tanah untuk melakukan pengukuran guna di terbitkannya gambar situasi bidang tanah yang dimohon.
Apabila semua persyaratan telah dipenuhi semua, kemudian permohonan Hak Milik tersebut diproses oleh panitia “A” yang terdiri dari:
1. Kepala Seksi Hak-hak Atas Tanah sebagai ketua merangkap anggota.
2.  Kepala Seksi Pengukuran dan Pendaftaran Tanah sebagai wakil ketua merangkap anggota.
3. Kepala Seksi Pengaturan Penguasaan Tanah sebagai anggota.
4. Kepala Seksi Penatagunaan Tanah sebagai anggota.
5. Kepala Desa/lurah sebagai anggota.
6. Kepala Subsi Hak-hak Atas Tanah sebagai anggota.
Adapun tugas dari Panitia “A” dalam pemberian hak milik antara lain:
1. Mengadakan penelitian tentang kelengkapan berkas-berkas permohonan.
2. Mengadakan peninjauan dan penelitian fisik secara langsung ke lapangan atas tanah yang dimohon.
3. Meminta keterangan dari pemegang hak atas tanah yang dimohon.
4. Menentukan sesuai atau tidaknya penggunaan tanah dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).
5. Memberikan pertimbangan hak tersebut yang dituangkan dalam Risalah Pemeriksaan Tanah.


E.  Kewenangan Dalam Pemberian Hak Milik
1. Kewenangan Kepala Kantor Wilayah BPN Propinsi yaitu:
a. Pemberian hak milik untuk tanah pertanian yang luasnya lebih dari  2 Ha (dua hektar).
b. Pemberian hak milik untuk tanah non pertanian yang luasnya diatas 2000 M2 - 5000 M2 (dua meter persegi).
2. Kewenangan Kepala BPN Pusat yaitu:
Pemberian hak milik untuk tanah non pertanian yang luasnya lebih dari     5000 M2.
3. Kewenangan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota yaitu:
a. Pemberian hak milik atas tanah yang luasnya tidak lebih dari 2 Ha (dua hektar).
b. Pemberian hak milik atas tanah non pertanian yang luasnya tidak lebih dari 2000 M2, kecuali mengenai tanha bekas Hak Guna Usaha.
c. Pemberian hak milik atas tanah dalam rangka pelaksanaan program:
1. Transmigrasi
2. Redistribusi tanah
3. Konsolidasi tanah
4.  Pendaftaran tanah secara massal baik dalam rangka pelaksanaan pendaftaran tanah secara sistematik maupun sporadik.
Apabila semua keterangan yang diperlukan telah lengkap dan tidak ada keberatan dari pihak lain, maka dalam hal keputusan pemberian hak milik kewenangannya telah dilimpahkan kepada Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota, setelah mempertimbangkan pendapat kepala Seksi Hak Atas Tanah atau pejabat yang ditunjuk atau Tim Penelitian Tanah atau Panitia Pemeriksa Tanah A, kemudian Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota menerbitkan Sutar Keputusan pemberian hak milik atas tanah negara yang dimohon dengan kewajiban tertentu.
Dalam Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 9 Tahun 1999 pasal 103, kewajiban penerima hak atas tanah adalah:
1. Membayar Bea Perolehan hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan uang pemasukan kepada negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku sesuai dengan peraturan Pemerintah No.46 tahun 2002, Tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Badan Pertanahan Nasional.
2. Memelihara tanda-tanda batas
    Adalah mencegah adanya perselisihan tentang tanda batas tanah pemohon.
3. Menggunakan tanah secara optimal
    Pemohon harus menggunakan tanah sesuai dengan fungsi dan peruntukannya.
4. Mencegah kerusakan-kerusakan dan hilangnya kesuburan tanah
5. Menggunakan tanah sesuai kondisi lingkungan hidup.
    Adalah agar pemohon ikut berpartisipasi dalam pembangunan baik yang ada di lingkungan Desa, Kecamatan, maupun yang ada di tingkat Kabupaten/Kota.

F.  Dasar Hukum Pemberian Hak Milik
Adapun dasar hukum dari pemberian hak milik adalah sebagai berikut:
1. Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan bahwa:
“Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”.
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.
Pasal 20:
(1) Hak milik adalah hak turun temurun, terkuat, dan terpenuh, yang dapat dipunyai orang atas tanah dengan mengingat ketentuan dalam pasal 6.
(2) Hak milik dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.
Pasal 21:
(1)  Hanya warga Negara Indonesia dapat mempunyai hak milik.
(2) Oleh pemerintah ditetapkan badan-badan hukum yang dapat mempunyai hak milik dan syarat-syaratnya.
(3) Orang asing yang hilang kewarganegaraannya, setelah satu tahun hak milik harus dilepaskan.
Pasal 22:
(1) Terjadinya hak milik menurut hukum adat diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(2)  Selain menurut cara sebagai yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini hak milik terjadi karena:
a. Penetapan Pemerintah, menurut cara dan syarat yang ditetapkan dengan peraturan Pemerintah.
b.  Ketentuan undang-undang

Pasal 27
Hak milik hapus bila:
(1) Tanahnya jatuh kepada Negara:
(a) karena pencabutan hak berdasarkan pasal 18
(b) karena penyerahan dengan sukarela oleh pemiliknya
(c) karena ditelantarkan
(d) karena ketentuan pasal 21 ayat (3) dan pasal 26 ayat (2)
(2) tanahnya musnah
3.  Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
4. Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional  Nomor  3  Tahun  1999  tentang  Pelimpahan Kewenangan Pemberian dan Pembatalan Keputusan Pemberian Hak Atas Tanah Negara.
5. Peraturan Pemerintah Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan
6.  Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Pasal 584
“Hak milik atas sesuatu kebendaan tak dapat diperoleh dengan cara lain, melainkan dengan pemilikan, karena perlekatan, karena daluwarsa, karena pewarisan, baik menurut undang-undang, maupun menurut surat wasiat, dan karena penunjukan atau penyerahan berdasar atas suatu peristiwa perdata untuk memindahkan hak milik, dilakukan oleh seseorang yang berhak bebas terhadap kebendaan itu”
Pasal 1946
“Daluwarsa adalah suatu alat untuk memperoleh sesuatu atau untuk dibebaskan dari suatu perikatan dengan lewatnya suatu waktu tertentu dan atas syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang”
Pasal 1963
“Siapa yang dengan itikad baik, dan berdasarkan suatu alas hak yang sah, memperoleh suatu benda tak bergerak, suatu bunga, atau suatu piutang lain yang tidak harus dibayar atas tunjuk, memperoleh hak milik atasnya, dengan jalan daluwarsa, dengan suatu penguasaan selama dua puluh tahun. Siapa yang dengan itikad baik menguasainya selam tiga puluh tahun, memperoleh hak milik, dengan tidak dapat dipaksa untuk mempertunjukkan alas haknya”
7.  Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1988 tentang Badan Pertanahan Nasional.
8. Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 1989 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional di Propinsi dan Kantor Pertanahan di Kabupaten/Kota.
9. Peraturan Perundangan lainnya maupun Peraturan-Peraturan Daerah yang menyatakan tentang Peraturan Pertanahan.




BAB III
PENUTUP

A.  Kesimpulan
1. Tata cara pemberian hak milik atas tanah Negara di Kantor Pertanahan secara umum diatur dalam Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan, sedangkan pelimpahan kewenangan pemberian hak milik atas tanah negara diatur dalam Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1999.
2. Tata cara pemberian hak milik atas tanah negara di Kantor Pertanahan melalui beberapa tahap yaitu mulai dari mengajukan syarat-syarat permohonan hak milik sampai pada proses penerbitan Surat Keputusan pemberian hak milik serta memenuhi kewajiban dari penerima hak milik tersebut.

B.  Saran
1. Hendaknya lebih meningkatkan usaha-usaha dalam memberikan kesadaran hukum kepada masyarakat khususnya mengenai arti pentingnya tanda bukti hak milik atas tanah melalui penyuluhan-penyuluhan.
2. Menghapus dan menghilangkan pungutan liar yang dapat meresahkan masyarakat, untuk itu dalam menetapkan biaya harus di sesuaikan berdasarkan peraturan-peraturan yang berlaku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar