Minggu, 05 Februari 2017

SUMBER HUKUM INTERNASIONAL

Makalah Tugas Hukum Internasional dan Sumber-Sumber Hukum Internasional

BAB I Pendahuluan
a.       Latar belakang
Didalam kehidupan bernegara senantiasa dihadapkan pada berbagai permasalahan yang berkaitan dengan subjek hukum internasional, baik itu yang menyangkut Negara dengan Negara, ngara dengan individu ataupun organisasi internasional. Didalam berbagai permasalahan yang dihadapi ini herus terdapat payung hukum yang dapat menyelesaikan permasalahan lintas Negara ini, yang semua itu terdapat didalam sumber-sumber hukum internasional yang dapat dijadikan sebagai pedoman semua Negara yang saling berhubungan.
 Menurut salah satu pakar, yakni Starke yang dimaksud sumber hukum internasional dalam arti material diartikan sebagai bahan-bahan aktual yang digunakan oleh para ahli hukum internasional untuk menetapkan hukum yang berlaku bagi suatu peristiwa atau situasi tertentu.
Sedangkan menurut Brierly, sumber hukum internasional dalam arti formal merupakan sumber yang paling utama dan memiliki otoritas tertinggi dan otentik yang dipakai Mahkamah internasional dalam memutuskan suatu sengketa internasional.
Didalam menghadapi berbagai permasalahan yang menyangkut lintas Negara ini perlu sekali dipahami mengenai sumber sumber hukum internasional, oleh karena itu kita menanggap perlu disusunnya makalah ini sebagai pengetahuan bagi kita semua.

b.      Rumusan masalah
Apa sumber hukum internasional?

c.       Tujuan penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengtahui apa sumber hukum internasional.







BAB II Pembahasan

A.    Pengertian
Sumber hukum adalah segala sesuatu yang berupa tulisan, dokumen, naskah, dsb yang dipergunakan oleh suatu bangsa sebagai pedoman hidupnya pada masa tertentu yang menimbulkan aturan atruran dan mempunyai kekuatan yang bersifat memaksa yaitu apabila dilanggar akan mengakibatkan timbulnya sanksi yang tegas. Sumber hukum dibedakan menjadi dua yaitu sumber hukum formal dan sumber hukum material. Sumber hukum formal adalah sumber hukum yang dilihat dari bentuknya, sedang sumber hukum material adalah segala sesuatu yang menentukan isi dari hukum. Sumber Hukum Internasional adalah sumber-sumber yang digunakan oleh Mahkamah Internasional dalam memutuskan masalah-masalah hubungan internasional[1]. Seperti halnya hukum pada umumnya, hukum internasional juga mengenal sumber hukum formal dan sumber hukum material. Dalam arti material, adalah sumber hukum internasional yang membahas dasar berlakunya hukum suatu negara. Sedangkan sumber hukum formal, adalah sumber dari mana untuk mendapatkan atau menemukan ketentuan-ketentuan hukum internasional. 
Menurut Starke, sumber hukum internasional dalam arti material diartikan sebagai bahan-bahan aktual yang digunakan oleh para ahli hukum internasional untuk menetapkan hukum yang berlaku bagi suatu peristiwa atau situasi tertentu.[2]
Menurut Brierly, sumber hukum internasional dalam arti formal merupakan sumber yang paling utama dan memiliki otoritas tertinggi dan otentik yang dipakai Mahkamah internasional dalam memutuskan suatu sengketa internasional.[3]
Sumber hukum formal bagi hukum internasional adalah perjanjian internasional (treaty) dan kebiasaan internasional (international custom). Di masa lalu sebagian besar hukum internasional terdiri dari hukum internasional kebiasaan. Namun sekarang kebiasaan internasional sebagai sumber hukum formal tidak lagi mampu menetapkan ketentuan-ketentuan hukum internasional yang diperlukan dalam pergaulan masyarakat internasional. Oleh karena itu peranan perjanjian internasional sebagai sumber hukum formal kini menjadi lebih penting dalam memenuhi kebutuhan ketentuan hukum internasional yang diperlukan.
Sumber hukum material bagi hukum internasional adalah prinsip-prinsip yang menentukan isi ketentuan hukum internasional yang berlaku. Prinsip-prinsip itu misalnya bahwa setiap pelanggaran perjanjian menimbulkan kewajiban untuk memberikan ganti rugi, bahwa korban perang harus diperlakukan secara manusiawi. Diantara prinsip-prinsip itu terdapat prinsip-prinsip yang berlaku memaksa. Prinsip itu disebut “ius cogens”. Prinsip itu misalnya bahwa perjanjian harus ditaati (Pacta sun servanda). Prinsip itu tidak dapat disimpangi berlakunya oleh ketentuan hukum internasional yang berlaku atau yang ditetapkan kemudian dan juga tidak dapat dirubah oleh prinsip hukum internasional yang tidak sama sifatnya.[4]

B.     Jenis-jenis Sumber Hukum Internasional  
Jenis-jenis sumber hukum berdasarkan penggolongannya dibagi  menjadi 2 golongan, antara lain :
a.        Penggolongan menurut Pendapat Para sarjana Hukum Internasional, yaitu :     
1) Kebiasaan Internasional
2) Perjanjian Internasional (Traktat)
3) Keputusan Pengadilan atau Badan-badan Arbitrase
4) Karya-karya Hukum
5) Keputusan atau Ketetapan Organ-organ/lembaga Internasional
b.      Penggolongan menurut Pasal 38 (1) Statuta Mahkamah Internasional.  
Sumber Hukum Internasional menurut ketentuan Pasal 38 (1) Statuta Mahkamah Internasional adalah terdiri dari :
1)      Perjanjian Internasional (International Conventions).           
Adalah perjanjian yang diadakan antara anggota masyarakat bangsa-bangsa dan bertujuan untuk mengakibatkan akibat hukum tertentu.        
Misalnya perjanjian antara negara dan organisasi internasional (Amerika Serikat dengan PBB mengenai status hukum tempat kedudukan tetap PBB di New York), organisasi internasional dengan organisasi internasional lainnya (ICRC dengan ASEAN).    
Tetapi tidak dapat dianggap perjanjian internasional dalam arti yang diutarakan diatas atas perjanjian yang pernah diadakan di zaman lampau antara serikat-serikat dagang yang besar seperti East India Company dan Verenegde Oost Indische Compagnie dengan kepala-kepala negeri bumi putera. Tidak Pula dapat dimasukkan kedalamnya kontrak yang diadakan antara suatu Negara dengan orang perorangan baik seuatu individu (natural person) maupun antara suatu Negara dengan suatu badan hukum (legal person). Misalnya perusahaan minyak AS. Kontrak antara suatu Negara dengan maskapai minyak bukan perjanjian internasional karena diatur oleh hukum nasional Negara yang bersangkutan dan dapat merupakan konsensi (perjanjian bentuk lain).[5]           
Suatu penggolongan yang lebih penting dalam rangka pembahasan perjanjian internasional sebagai sumber hukum formal ialah penggolongan perjanjian dalam treaty contract dan law making treatries. Dengan treaty contract dimaksudkan perjanjian seperti suatu kontrak atau perjanjian dalam hukum perdata, hanya mengakibatkan hak dan kewajiban antara para pihak yang mengadakan perjanjian itu. Contoh treaty contract misalnya perjanjian mengenai dwikewarganegaraan, perjanjian perbatasan, perjanjian perdagangan, perjanjian pemberantasan, penyeludupan. Dengan law making treaties dimaksudkan perjanjian yang meletakkan ketentuan atau kaidah hukum bagi masyarakat internasional sebagai keseluruhan. Contohnya ialah Konvensi tahun 1949 mengenai Perlindungan Korban Perang, Konvensi-konvensi tahun 1958 mengenai Hukum Laut, Konvensi Vienna 1961 mengenai hubungan diplomatik.
Perbedaan antara treaty contract dan law making treaties jelas tampak bila dilihat daripihak yang tidak turut serta pada perundingan yang melahirkan perjanjian tersebut. Pihak ketiga umumnya tidak dapat turut serta dalam treaty contract yang diadakan para pihak yang mengadakan perjanjian itu semula. Perjanjian itu mengatur persoalan yang semata-mata mengenai pihak-pihak itu. Denga kata lain, pihak ketiga yang tidak berkepentingan, misalnya, Australia tidak akan dapat turut serta dalam suatu perjanjian mengenai pemberantasan penyelundupan dan bajak laut antara Philipina dan Indonesia atau dalam perjanjian dwikewarganegaraan antara Indonesia dengan Republik Rakyat Tiongkok. Sebaliknya, suatu perjanjian dinamakan law making treaties selalu terbuka bagi pihak lain yang tadinya tidak tutr serta dalam perjanjian, karena yang diatur dalam perjanjian itu merupakan masalah umum mengenai semua anggota masyarakat internasional. Misalnya, Negara Ghana, Guinea, Tanzania dapat turut serta dalam Konvensi Jenewa pada tahun 1949 mengenai perlindungan korban perang, walaupun Negara-negara itu tidak turut serta dalam konfrensi Jenewa pada tahun 1949 yang menyusun konvensi-konvensi tersebut. Bahkan, Negara-negara tadi pada waktu itu belum ada.
Dilihat dari sudut fungsinya sebagai sumber hukum dalam arti formal, setiap perjanjian baik yang dinamakan law making treaty maupun treaty contractadalah law making artinya menimbulkan hukum. Dapat ditambahkan bahwa pada umumnya law making treaties adalah perjanjian multilateral, sedangkan perjanjian khusus merupakan perjanjian bilateral.
Menurut Utrech, proses pembuatan traktat adalah sebagai berikut :
a)                   Penetapan, (sluiting). Pada tahap ini diadakan perundingan, atau pembicaraan tentang masyalah yang mnyangkut kepentingan masing-masing negara. Hasilnya berupa concept verdrag, yakni penetapan isi perjanjian.
b)                  Persetujuan. Penetapan-penetapan pokok dari hasil perundingan itu diparaf sebagai tanda persetujuan sementara, karena naskah tersebut masih memerlukan persetujuan lebih lanjut dari DPR negara masing-masing. Kemungkinan terjadi bahwa masing-masing DPR masih mengadakan perubahan-perubahan terhadap naskah tersebut.
c)                   Penguatan (bekrachtiging). Setelah diperoleh persetujuan dari kedua negara tersebut, kemudian disusul dengan penguatan  (bekrachtiging) atau disebut juga pengesahan (ratificatie) oleh masing-masing kepala negara. Sesudah di ratifikasi maka tidak mungkin lagi kedua belah pihak untuk mengadakan perubahan, dan perjanjian itu sudah mengikat kedua belah pihak.
d)                  Pengumuman (afkondiging). Perjanjian yang disetujui dan ditandatangani oleh para pihak, kemudian diumumkan. Biasanya dilakukan dalam suatu upacara dengan saling menukarkan piagam perjanjian[6].          

Berakhirnya traktat/perjanjian internasional :     
1) 
Telah tercapainya tujuan dari traktat. 
2) Habis berlakunya traktat tersebut.       
3) Punahnya salah satu pihak atau punahnya objek traktat.        
4) 
Adanya persetujuan dari para peserta untuk mengakhiri traktat 
5) Diadakannya traktat yang baru untuk mengakhiri traktat yang terdahulu 
6) Dipenuhinya syarat-syarat uuntuk berakhirnya traktat 
7) Diakhirinya traktat secara sepihak dan diterima pengakhirannya oleh pihak lain [7].
2)    Kebiasaan International (International Custom)  
Menurut Bellefroid, semua peraturan-peraturan yang walaupun tidak ditetapkan oleh negara, tetapi ditaati oleh seluruh rakyat, kerena mereka yakin bahwa peraturan itu berlaku sebagai hukum.            
            Berdasarkan pasal 38 (1) sub b, mengatakan bahwa hukum kebiasaan internasional adalah kebiasaan internasional yang merupakan kebiasaan umum yang diterima sebagai hukum[8]. Untuk dapat dikatakan bahwa kebiasaan internasional itu merupakan sumber hukum perlu terdapat unsur-unsur sebagai berikut: 
1)      Harus terdapat suatu kebiasaan yang bersifat umum; 
2)      Kebiasaan itu harus diterima sebagai hukum.  
    Dari perincian di atas dapatlah dikatakan bahwa supaya kebiasaan internasional itu merupakan sumber hukum internasional, harus dipenuhi dua unsur, yang masing-masing dapat kita namakan unsur material dan unsur psikologis, yaitu kenyataannya adanya kebiasaan yang bersifat umum dan diterimanya kebiasaan internasional itu sebagai hukum. Jelaslah, bahwa dipenuhinya unsur pertama saja yaitu kebiasaan internasional tidak melahirkan hukum. Jika kebiasaan itu tidak diterima sebagai hukum, terdapat suatu kebiasaan yang dapat merupakan suatu kesopanan internasional. Misalnya, kebiasaan memberikan sambutan kehormatan waktu menerima tamu Negara merupakan kebiasaan banyak Negara. Akan tetapi, seorang tamu tidak dapat menuntut supaya ia disambut dengan tembakan meriam. Karena kebiasaan itu merupakan suatu ketentuan hukum kebiasaan internasional.
Dilihat secara praktis suatu kebiasaan internasional dapat dikatakan diterima sebagai hukum apabila Negara-negara itu tidak menyatakan keberatan terhadapnya. Keberatan ini dapat dinyatakan dengan berbagai cara misalnya dengan jalan diplomatic (protes) atau dengan jalan hukum. Dengan mengajukan keberatan dihadapan suatu mahkamah.
3)        Prinsip Hukum Umum (General Principles of Law) yang diakui oleh negara-negara beradab.
Sumber hukum yang ketiga menurut Pasal 38 (1) Piagam Mahkamah Internasional ialah asas hukum umum yang diakui oleh bangsa-bangsa yang beradab (the general principle of law recognized by cilivized nations). Yang dimaksudkan dengan asas hukum umum ialah asas hukum yang mendasari system hukum modern. Yang dimaksudkan dengan system hukum modern ialah system hukum positif yang didasarkan atas asas dan lembaga hukum Negara barat yang untuk sebagian besar didasarkan atas asas dan lembaga hukum Romawi.
Perlu ditegaskan bahwa yang menjadi sumber hukum ialah prinsip hukum umum dan tidak hanya asas hukum internasional. Arti perkataan umum dalam hubungan ini sangat penting karena dengan demikian jelaslah bahwa hukum internasional sebagai suatu system hukum merupakan sebagian dari suatu keseluruhan yang lebih besar yaitu hukum pada umumnya. dengan demikian, dibantah pendirian yang hendak mengatakan hukum internasional itu merupakan satu system hukum yang berdiri sediri dan berbeda dari hukum nasional. Dengan demikian, yang dimaksud asas hukum umum misalnya asas hukum perdata seperti asas pacta sunt servanda, asas bona fides (itikad baik), asal penyalahgunaan hak (abus de droit), serta asas adimplenti non est adiplendumdalam hukum perjanjian. Asas hukum yang dimaksud dalam pasal 38 (1) ialah asas hukum umum, jadi selain asas hukum perdata yang disebutkan tadi meliputi juga asas hukum acara dan hukum pidana. Sudah termasuk juga didalamnya asa hukum internasional seperti misalnya asas kelangsungan Negara, penghormatan kemerdekaan Negara, asas non intervensi, dsb.
Menurut pasal 38 (1) asas hukum umum merupakan sumber suatu sumber hukum formal utama (primer) yang berdiri sendiri disamping kedua sumber hukum yang telah disebutkan terlebih dahulu yaitu perjanjian internasional dan kebiasaan.
Adanya asas hukum umum sebagai sumber hukum primer tersendiri ddisamping perjanjian dan kebiasaan internasional sangat penting bagi pertumbuhan dan perkembangan hukum interasional sebagai system hukum positif. Pertama, dengan adanya sumer hukum ini Mahkamah tidak dapat menyatakan non liquest, yakni menolak mengadili perkara karena tiadanya hukum yang mengatur persoalan yang diajukan. Berhubungan erat dengan hal ini ialah kedudukan mahkamah internasional sebagai badan yang membentuk dan menemukan hukum baru, diperkuat dengan adanya sumber hukum yang ketiga ini. Keleluasaan bergerak yang diberikan oleh sumber hukum ini pada mahkamah dalam membentuk hukum baru sangat berfaedah bagi perkembangan hukum internasional.

4)      Keputusan Pengadilan (judicial decisions) dan pendapat para ahli yang telah diakui kepakarannya (Theachings of the most highly qualified publicists).
Berlainan dengan sumber hukum utama (primer) yang telah dibahas di atas,keputusan pengadilan dan pendapat para sarjana hanya merupakan sumber subsidier atau tambahan. Artinya keputusan pengadilan dan pendapat para sarjana dapat dikemukakan untuk membuktikan adanya kaidah hukum internasional mengenai suatu persoalan yang didasarkan atas sumber primer yakni perjanjian internasional, kebiasaan dan asas hukum umum. Keputusan pengadilan dan pendapat para sarjana itu sendiri tidak mengikat, artinya tidak dapat menimbulkan suatu kaidah hukum. 
Bahwa dalam system peradilan menurut piagam mahkamah internasional tidak dikenal asas keputusan pengadilan yang mengikat (rule of binding precedent).       
Jika keputusan Mahkamah Internasional sendiri tidak mengikat selain bagi perkara yang bersangkutan, a fortiori keputusan pengadilan lainnya tidak mungkin mempunyai keputusan mengikat. Yang dimaksudkan dengan keputusan pengadilan dalam pasal 38 (1) sub ialah pengadilan dalam arti yang luas dan meliputi segala macam peradilan internasional maupun nasional termasuk didalamnya mahkamah dan komisi arbitrase.
Walaupun keputusan pengadilan tidak mempunyai kekuatan mengikat, keputusan pengadilan internasional, terutama Mahkamah Internasional permanen (Permanent  Justice), Mahkamah Internasional (International Court of Justice), Mahkamah Arbitrase Permanen (Permanent Court of Arbitration) mempunyai pengaruh besar dalam perkembangan hukum internasional. Mengenai sumber hukum tambahan yang kedua yaitu ajaran para sarjana hukum terkemuka dapat dikatakan bahwa penilitian dan tulisan yang dilakukan oleh para sarjana terkemuka sering dapat dipakai sebagai pegangan/ pedoman untuk menemukan apa yang menjadikan hukum intrnasional walaupun ajaran para sarjana itu sendiri tidak menimbulkan hukum.

5)      Keputusan Badan Perlengkapan (organs) Organisasi dan Lembaga Internasional
Pertumbuhan lembaga dan organisasi internasional dalam 50 tahun belakangan ini telah mengakibatkan timbulnya berbagai keputusan baik dari badan legislatif, eksekutif, maupun yudikatif dari lembaga atau organisasi internasional itu yang tidak dapat diabaikan dalam suatu pembahasan tentang sumber hukum internasional, walaupun mungkin keputusan demikian belum dapat dikatakan merupakan sumber hukum internasional dalam arti yang sesungguhnya.
Keputusan badan tersebut diatas sedikit-dikitnya dalam lingkungan terbatas yaitu dilingkungan lembaga atau organisasi internasiona itu sendiri melahirkan, berbagai kaidah yang mengatur pergaulan antara anggota-anggotanya. Dalam hal lain keputusan itu mempunyai kekuatan  mengikat yang meliputi beberapa Negara, sedangkan ada pula keputusan jenis lain yang mempunyai pengaruh yang jauh lebih besar dari semestinya.










BAB III Kesimpulan

Hukum internasional adalah keseluruhan hukum yang terdiri dari berbagai kaidah dan prinsip-prinsip yang mengatur hubungan antar Negara, dimana berbagai kaidah dan prinsip ini terkandung di dalam lima kategori yang disebut sebagai sumber hukum internasional. Bahan –bahan ini dimasukan dalam lima kategori, yaitu :
1.      Kebiasaan Internasional
2.      Traktat
3.      Keputusan-keputusan pengadilan atau pengadilan arbitrase
4.      Karya=karya hukum
5.      Keputusan-keputusan atau penetapan-penetapan organ-organ lembaga-lembaga internasional



















Daftar Pustaka



[1] www. pkndisma.blogspot.com/2013/01/sumber-hukum-internasional.html
[2] J.G.Starke, Pengantar Hukum Internasional, Jakarta, 2008, hlm.42
[3] Op.cit
[4] Prof.Dr.F.Sugeng Istanto, SH., Hukum Internasional, Yogyakarta, 1994, hlm.12
[5] Mochtar Kusumaatmadja dan Etty R. Agoes, Pengantar Hukum Internasional, Bandung, 2012, hlm.117
[6] www.lawfile.blogspot.com/2012/01/sumber-hukum-internasional.html
[7] www. kakpanda.blogspot.com/2012/11/sumber-hukum-internasional.html
[8] Mochtar Kusumaatmadja, op,cit. hlm. 143

Tidak ada komentar:

Posting Komentar