Minggu, 05 Februari 2017

HUKUM ISLAM TENTANG PERNIKAHAN

Makalah "HUKUM ISLAM TENTANG PERNIKAHAN"





Oleh: Sadi Suharto, S.Ag
HUKUM ISLAM TENTANG PERNIKAHAN

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
            Kehidupan berkeluarga cerminan semua makhluk ciptaan Allah SWT, sehingga kelangsungan kehidupan di dunia akan terus menerus berkembang. Manusia adalah salah satu makhluk yang sangat sempurna di bandingkan dengan makhluk lainnya. Manusiapun di takdirkan untuk hidup berpasang - pasangan  satu dengan yang lainnya yakni yang berlainan jenis.
Dengan jalan nikah inilah yang paling baik untuk dapat melangsungkan keturunan. Nikah adalah fitra yang berarti sifat asal dan pembawaan manusia sebagai makhluk Allah SWT. Setiap manusia yang sudah dewasa serta sehat jasmani dan rohaninya pasti membutuhkan teman hidup yang berlawanan jenis kelaminnya. Teman hidup yang dapat memenuhi kebutuhan biologis, yang dapat mencintai dan dicintai, yang dapat mengasihi dan dikasihi, serta yang dapat bekerja sama untuk mewujudkan ketentraman, kedamaian dan kesejahteraan dalam hidup berumah tangga.
Menikahi perempuan yang sholeh ,bahtera kehidupan rumah tangga yang baik. Pelaksanaan ajaran agama terutama dalam kehidupan berkeluarga, berjalan dengan teratur. Rasulullah saw memberikan penghargaan yang tinggi kepada istri yang sholeh. Mempunyai istri yang sholeh, berarti Allah SWT menolong suaminya melaksanakan setengah dari urusan agamanya. Nabi Muhammad SAW  bersabda : Dari Anas bin Malik ra., Rasulullah bersabda: “ Barang siapa dianugrahkan Allah SWT  istri yang sholehah, maka sungguh Allah telah menolong setengah agamanya, maka hendaklah maka hendaklah ia memelihara setengah yang tersisa.” ( HR. At Tabrani )

B. Tujuan
            Adapun tujuan dari makalah pernikahan ini adalah :
  1. Untuk lebih memahami tentang pernikahan yang lebih mendalam.
  2. Meningkatkan pengetahuan tentang hukum nikah menurut ajaran agama islam
  3. Mampu mengimplentasikan dalam kehidupan beragama dan berbangsa.


BAB II
HUKUM ISLAM TENTANG PERNIKAHAN

1. Arti Pernikahan
            Pernikahan berasal dari kata dasar nikah. Kata nikah memiliki persamaan dengan kata kawin. Menurut bahasa Indonesia, kata nikah berarti berkumpul atau bersatu. Menurut istilah syarak, nikah itu berarti melakukan suatu akad atau perjanjian untuk mengikatkan diri antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang bertujuan penghalalkan hubungan kelamin antara keduanya dengan dasar suka rela demi terwujudnya keluarga bahagia yang diridhoi oleh Allah SWT.
Nikah adalah fitra yang berarti sifat asal dan pembawaan manusia sebagai makhluk Allah SWT. Setiap manusia yang sudah dewasa serta sehat jasmani dan rohaninya pasti membutuhkan teman hidup yang berlawanan jenis kelaminnya. Teman hidup yang dapat memenuhi kebutuhan biologis, yang dapat mencintai dan dicintai, yang dapat mengasihi dan dikasihi, serta yang dapat bekerja sama untuk mewujudkan ketentraman, kedamaian dan kesejahteraan dalam hidup berumah tangga.
Nikah termasuk perbuatan yang telah dicontohkan Nabi Muhammad SAW atau sunah Rasul. Dalam hal ini Rasulullah SAW bersabda: Dari Anas bin Malik ra. Bahwasanya Nabi SAW memuji Allah dan menyanjungnya beliau bersabda: Akan tetapi aku sholat, tidur, berpuasa, makan dan menikahi wanita, barang siapa yang tidak suka perbuatanku maka dia bukan golonganku ( H.R. Al Bukhari dan Muslim ).

2. Hukum Pernikahan
a. Hukum Asal Nikah adalah Mubah
            Menurut sebagian besar ulama, hukum asal nikah mubah artinya boleh dikerjakan boleh ditinggalkan. Dikerjakan tidak ada pahalanya dan ditinggalkan tidak berdosa. Meskipun demikian, ditinjau dari segi kondisi orang yang akan melakukan pernikahan, hukum nikah dapat berubah menjadi sunah, wajib, makruh atau haram.
b. Nikah yang Hukumnya Sunnah
Sebagian besar ulama berpendapat bahwa pada prinsipnya nikah itu sunnah. Alasannya yang mereka kemukakan bahwa perintah nikah dalam berbagai Al Qur’an dan hadist yang hanya  merupakan  anjuran  walaupun  banyak  kata-kata  amar dalam ayat dan hadist tersebut. Akan tetapi bukanlah amar yang berarti wajib sebab tidak semua amar harus wajib, kadangkala menunjukkan sunnah bahkan suatu ketika hanya mubah. Adapun nikah hukumnya sunnah bagi orang yang sudah mampu memberi nafkahdan berkendak untuk nikah.
c. Nikah yang Hukumnya Wajib.
Nikah menjadi wajib menurut pendapat sebagian ulama dengan alasan bahwa diberbagai ayat dan hadits sebagaimana tersebut diatas disebutkan wajib. Terutama berdasarkan hadits riwayat Ibnu Majah seperti dalam sabda Rasululullah SAW, “ barang siapa yang tidak mau melakukan sunnahku, maka tidaklah termasuk golonganku.”
Selanjutnya nikah itu menjadi wajib sesuai dengan faktor dan situasi. Jika ada sebab dan factor tertentu yang menyertai nikah menjadi wajib. Contohnya : jika kondisi seseorang sudah mampu memberi nafkah dan takut jatuh pada perbuatan zina, dalam situasi dan kondisi seperti itu  wajib nikah. Sebab zinah adalah perbuatan keji dan buruk yang dilarang Allah SWT, Rasulullah bersabda sebagai berikut : Dari Aisyah ra., Rasulullah SAW bersabbda: “ nikahilah olehmu wanita-wanita itu, sebab sesungguhnya mereka akan mendatangkan harta bagimu”. ( HR. Al Hakim dan Abu Daud ).
d. Nikah yang Hukumnya Makruh
            Hukum nikah menjadi makruh apabila orang yang akan melakukan perkawinan telah mempunyai keinginan atau hasrat yang kuat, tetapi ia belum mempunyai bekal untuk memberi nafkah tanggungaanya.
e. Nikah yang Hukumnya Haram
            Nikah menjadi haram bagi seseorang yang mempunyai niat untuk menyakiti perempuan yang dinikahinya. Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa yang tidak mampu menikah hendaklah dia puasa karena dengan puasa hawa nafsunya terhadap perempuan akan berkurang”. ( HR. Jamaah Ahli Hadits )
Firaman Allah di dalam Al Qur’an  surat An Nisa ayat 3 yang berbunyi :
÷$tB z>$sÛ Nä3s9 z`ÏiB Ïä!$|¡ÏiY9$#
Arinya: “  Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi “ ( Q.S. An Nisa:3)

            Dan nikahkanlah orang-orang yang masih membujang  di antara kamu, dan juga orang–orang  yang layak ( menikah ) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memberikan kemampuan  kepada mereka dengan karuniaNya. Dan Allah Maha Luas ( pemberianNya), Maha Mengetahui, seperti yang dijelaskan dalam Al Qur’an surat An Nur ayat 32 yang berbunyi:
(#qßsÅ3Rr&ur 4yJ»tƒF{$# óOä3ZÏB tûüÅsÎ=»¢Á9$#ur ô`ÏB ö/ä.ÏŠ$t6ÏãöNà6ͬ!$tBÎ)ur 4 bÎ) (#qçRqä3tƒ uä!#ts)èù ãNÎgÏYøóムª!$# `ÏB¾Ï&Î#ôÒsù 3 ª!$#ur ììźur ÒOŠÎ=tæ .
Artinya:  “ Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.” ( Q.S. An Nur:32)
Berpijak dai firman Allah dan hadits sebagaimana tersebut di atas, maka bahwa hukum menikah itu akan berubah sesuai dengan factor dan sebab yang menyertainya. Misalnya, orang-orang yang belum balig, seorang pemabuk atau sakit gila, maka dalam situasi dan kondisi semacam itu seseorang haram untuk menikah. Sebab, jika mereka menikah dikhawatirkan hanya akan menimbulkan mudharat yang lebih besar pada orang lain.

3. Rukun Nikah
            Rukun nikah adalah unsur-unsur yang harus dipenuhi untuk melangsungkan sesuatu pernikahan.
Rukun nikah terdiri atas :
a.       Calon suami, syaratnya antara lain beragama islam, benar- benar pria, tidak karena terpaksa, bukan mahram ( perempuan calon istri ), tidak sedang ihram haji, atau umroh dan usia sekurang-kurangnya 19 tahun.
b.      Calon istri, syaratnya antara lain beragama islam, benar-benar perempuan, tidak karena terpaksa, halal bagi calon suami, tidak bersuami, tidak sedang ihram haji atau umroh dan usia sekurang-kurangnya 16 tahun.
c.       Sigat akad, yang terdiri atas ijab  dan kabul. Ijab dan kabul ini dilakukan oleh wali mempelai perempuan  dan kabul diucapkan oleh wali mempelai laki-laki.
d.      Wali mempelai perempuan, syaratnya laki-laki, beragam islam, balig (dewasa), berakal sehat, merdeka ( tidak sedang ditahan ), adil dan tidak sedang ihram haji atau umroh. Wali inilah yang menikahkan mempelai perempuan atau mengizinkan pernikahannya.
Sabda Nabi Muhammad SAW:
Dari Aisyahra., Rasulullah bersabda: ” perempuan mana saja yang menikah tanpa izin walinya, maka pernikahan itu batal batal ( tidak sah )”. ( HR. Al-Arba’ah & An-Nasa’i )
Mengenai susunan dan urutan yang menjadi wali adalah sebgai berikut:
1)      Bapak kandung, bapak tiri tidak sah menjadi wali.
2)      Kakek, yaitu bapak dari bapak mempelai perempuan.
3)      Saudara laki-laki kandung.
4)      Saudara laki-laki sebapak.
5)      Anak laki-laki dari saudara laki-laki kandung.
6)      Anak laki-laki dari saudara laki-laki sebapak.
7)      Paman yaitu saudara laki-laki sebapak.
8)      Anak laki-laki paman.
9)      Hakim. Wali hakim berlaku apabila wali tersebut diatas semuanya tidak ada, sedang berhalangan atau menyerahkan kewaliaanya kepada hakim.
e.       Dua orang saksi, syaratnya laki-laki, beragama islam, balig (dewasa), berakal sehat, merdeka (tidak sedang ditahan), adil dan tidak sedang ihram haji atau umroh. Pernikahan yang dilakukan tanpa saksi adalah tidak sah. Sabda Nabi Muhammad SAW: Dari      Aisyah ra., Rasulullah SAW bersabda: “ Tidak sah nikah melainkan dengan wali dan dua orang saksi yang adil”. ( HR. Ibnu Hiban ).

4. Pernikahan yang Terlarang
            Pernikahan terlarang adalah pernikahan yang diharamkan oleh Agama Islam. Adapun pernikahan yang terlarang adalah sebagai berikut:
a.       Nikah Mut’ah
Nikah mut’ah adalah  pernikahan  yang diniatkan dan diakadkan untuk sementara waktu saja ( hanya untuk bersenang-senang ), misalnya seminggu, sebulan, atau dua bulan. Masa berlakunya dinyatakan terbatas. Nikah mut’ah telah dilarang oleh Rasulullah  SAW sebagimana dijelaskan dalam sebuah hadits: Dari Rabi’ bin Sabrah Al Juhani bahwasanya bapaknya meriwayatkan, ketika dia bersama Rasulullah SAW, beliau bersabda: “ Wahai sekalian manusia, dulu pernah aku izinkan kepada kamu sekalian perkawinan mut’ah, tetapi ketahuilah sesungguhnya Allah telah mengharamkannya sampai hari kiamat”. ( HR. Muslim ).
b.      Nikah Syigar
Nikah syigar adalah apabila seorang laki-laki mengawinkan anak perempuannya dengan tujuan agar seorang laki-laki lain menikahkan anak perempuannya          kepada   laki –laki    ( pertama )   tanpa   mas   kawin  ( pertukaran   anak  perempuan ).
 Perkawinan ini dilarang sesuai dengan sabda Rasulullah SAW:
Dari Ibnu Umar ra. “ Sesungguhnya  Rasulullah  SAW  melarang   perkawinan  syigar.”   ( HR. Muslim )
c.       Nikah Muhallil
Nikah muhallil adalah pernikahan yang dilakukan seorang laki-laki terhadap perempuan yang tidak ditalak ba’in, dengan maksud pernikahan tersebut  membuka jalan bagi mantan suami (pertama) untuk nikah kembali dengan bekas istrinya tersebut setelah cerai dan habis masa idah.
Dikatakan muhallil karena dianggap membuat halal mantan suami yang menalak ba’in untuk mengawani manta istrinya. Pernikahan ini dilarang oleh Rasulullah SAW sesuai dengan sabda beliau: Dari Ibnu Abbas ra., Rasulullah SAW melaknat muhallil ( yang mengawini  setelah ba’in ) dan muhallil lalu ( matan suami pertama yang akan mengawini kembali )”.  (  HR. Al Kamsah & Nasai )
d.      Kawin dengan penzina
Seorang laki-laki yang baik-baik tidak diperbolehkan (haram) mengawini perempuan penzina. Wanita penzina hanya diperbolehkan menikah kecuali dengan laki-laki penzina, kecuali kalau perempuan itu  benar-benar bertobat. Firman Allah SWT yang berbunyi:
ÎT#¨9$# Ÿw ßxÅ3Ztƒ žwÎ) ºpuŠÏR#y ÷rr& Zpx.ÎŽô³ãBèpuÏR#¨9$#ur Ÿw !$ygßsÅ3Ztƒ žwÎ) Ab#y ÷rr& Ô8ÎŽô³ãB 4tPÌhãmur y7Ï9ºsŒ n?tã tûüÏZÏB÷sßJø9$# .
Artinya : “ Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas oran-orang yang mukmin.” ( Q.S. An Nur:3 )
Akan tetapi, kalau perempuan penzina tersebut bertobat, halallah perkawinan yang dilakukannya. Sesuai dengan sabda Rasulullah SAW:
Dari Abu Ubaidah bin Abdullah dari ayanhnya berkata: “Bersabda Rasulullah SAW: orang yang bertobat dari dosa tidak ada lagi dosa baginya.” ( HR. Ibnu Majah )
Dengan demikian, secara lahiriah perempuan penzina kalau benar-benar bertobat, maka dapat kawin dengan laki-laki yang bukan penzina.


BAB III
HIKMAH PERNIKAHAN

            Pernikahan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri. Ia merupakan pintu gerbang kehidupan berkeluarga yang mempunyai pengaruh terhadap keturunan dan kehidupan masyarakat. Keluarga yang kokoh dan baik menjadi syarat penting bagi kesejahteraan masyarakat dan kebahagiaan umat manusia pada umumnya.
            Agama Islam mengajarkan bahwa pernikahan adalah sesuatu yang suci, baik dan mulia. Pernikahan menjadi dinding kuat yang memelihara manusia dari kemungkinan jatuh ke lembah  dosa yang disebabkan oleh nafsu birahi yang tak terkendalikan. Banyak sekali hikmah yang terkandung dalam pernikahan, antara lain sebagai kesempurnaan ibadah, membina ketentraman hidup, menciptakan ketenangan batin, kelangsungan keturunan, terpelihara dari noda dan dosa dan lain-lain.

            Beberapa hikmah pernikahan :
1. Pernikahan Dapat menciptakan Kasih Sayang dan Ketentraman
            Manusia sebagai makhluk yang mempunyai kelengkapan jasmaniah dan rohaniah sudah pasti memerlukan ketenangan jasmaniah dan rohaniah. Kebutuhan jasmaniah perlu dipenuhi dan kepentingan rohaniah perlu mendapat perhatian. Ada kebutuhan pria yang pemenuhnya bergantung kepada wanita. Demikian juga sebaliknya.
            Pernikahan merupakan lembaga yang ampuh untuk membina ketenangan, ketentraman dan kasih sayang  keluarga. Firman Allah SWT  yang berbunyi :
ô`ÏBur ÿ¾ÏmÏG»tƒ#uä ÷br& t,n=y{ /ä3s9 ô`ÏiB öNä3Å¡àÿRr& %[`ºurør& (#þqãZä3ó¡tFÏj9 $ygøŠs9Î) Ÿ@yèy_ur Nà6uZ÷t/ Zo¨Šuq¨BºpyJômuur 4 ¨bÎ) Îû y7Ï9ºsŒ ;M»tƒUy 5Qöqs)Ïj9 tbr㍩3xÿtGtƒ .
Artinya: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” ( Q.S. Ar Rum:21 )


2. Pernikahan Dapat Melahirkan Keturunan yang Baik
            Setiap orang menginginkan keturunan yang baik dan sholeh. Anak yang sholeh adalah idaman  semua  orang tua.  Selain  sebagi  penerus  keturunan,  anak yang  sholeh  akan selalu
 mendoakan orang tuanya. Rasulullah bersabda : Dari Abu Hurairah ra., Rasulullah bersabda: “ Apabila mati manusia cucu Adam, terputuslah amalnya kecuali tiga perkara, yaitu sedekah jariah, ilmu yang bermanfaat, dan anak yang sholeh yang selalu mendoakan kedua orang tuanya.” ( HR. Muslim ).

3. Dengan Pernikahan, Agama dapat Terpelihara
            Menikahi perempuan yang sholeh ,bahtera kehidupan rumah tangga yang baik. Pelaksanaan ajaran agama terutama dalam kehidupan berkeluarga, berjalan dengan teratur. Rasulullah saw memberikan penghargaan yang tinggi kepada istri yang sholeh. Mempunyai istri yang sholeh, berarti Allah SWT menolong suaminya melaksanakan setengah dari urusan agamanya. Nabi Muhammad SAW  bersabda : Dari Anas bin Malik ra., Rasulullah bersabda: “ Barang siapa dianugrahkan Allah SWT  istri yang sholehah, maka sungguh Allah telah menolong setengah agamanya, maka hendaklah maka hendaklah ia memelihara setengah yang tersisa.” ( HR. At Tabrani )

4. Pernikahan dapat Memelihara Ketinggian Martabat Seorang Wanita
            Wanita adalah teman hidup yang paling baik, karena itu  tidak boleh dijadikan mainan. Wanita harus diperlakukan dengan sebaik-baiknya. Pernikahan merupakan cara untuk melakukan wanita secara baik dan terhormat. Sesudah menikah, keduanya harus memperlakukan dan menggauli pasangannya secara baik dan terhormat pula. Firman Allah SWT dalam Al Qur’an yang berbunyi:
£`èdrçŽÅ°$tãur Å$rã÷èyJø9$$Î/ 4

Artinya : “Dan bergaullah dengan mereka secara patut.” ( Q.S An Nisa : 19 )

4 £`èdqßsÅ3R$$sù ÈbøŒÎ*Î/ £`ÎgÎ=÷dr&  Æèdqè?#uäur £`èduqã_é&Å$rá÷èyJø9$$Î/ BM»oY|ÁøtèC uŽöxî ;M»ysÏÿ»|¡ãB Ÿwur ÅVºxÏ­GãB5b#y÷{r& 
Artinya : “Karena itu kawinilah mereka dengan seizin tuan mereka, dan berilah maskawin mereka menurut yang patut, sedang merekapun wanita-wanita yang memelihara diri, bukan pezina  dan  bukan  (pula)  wanita  yang  mengambil laki-laki lain sebagai piaraannya;…” (QS. An Nisa : 25 )

5. Pernikahan Dapat Menjauhkan Perzinahan
            Setiap orang, baik pria maupun wanita, baik pria maupun wanita, secara naluriah memiliki nafsu seksual. Nafsu ini memerlukan penyaluran dengan baik. Saluran yang baik, sehat dan sah adalah melalui pernikahan. Jika nafsu birahi besar, tetapi tidak mau nikah dan tetap mencari penyaluran yang tidak sehat, dan melanggar aturan agama, maka akan terjerumus ke lembah perzinahan atau pelacuran yang dilarang keras oleh agama. Firman Allah SWT yang berbunyi :
Ÿwur (#qç/tø)s? #oTÌh9$# ( ¼çm¯RÎ) tb%x. Zpt±Ås»sù uä!$yurWxÎ6y
Artinya : “ Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk.” ( Q.S Al Isra: 32 )
            Jelasnya, hikmah pernikahan itu adalah sebagai berikut :
Ø  Menciptakan struktur social yang jelas dan adil
Ø  Akan terangkat status dan derajat kaum wanita.
Ø  Tercipta regenerasi secara sah dan terhormat.
Ø  Dengan nikah agama akan terpelihara.
Ø   Terjadinya keturunan yang mampu memakmurkan bumi.











BAB IV
KETENTUAN PERKAWINAN DALAM KAPASITAS
HUKUM ISLAM DI INDONESIA

1. Pengertian Perkawinan
            Perkawinan yaitu ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami suami istri dengan tujuan membentuk rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
            Perkawinan menurut Undang-Undang Nomor 01 Tahun 1974 mempunyai beberapa asas yaitu  sebagai berikut.
a.       Asas Sukarela ( Suka Sama Suka )
Perkawinan  dilangsungkan atas dasar suka sama suka, yaitu dengan adanya persetujuan dari kedua belah pihak calon mempelai. Dalam hal ini tidak ada unsur paksaan, suami atau istri dapat melakukan pembatalan perkawinan ( Pasal 71 huruf FKHI )
b.      Asas Partisipasi Keluarga
Untuk melangsungkan perkawinan seseorang yang belum berumur 21 tahun harus mendapat izin kedua orang tuanya .......... ( Pasal 6 ). Apabila ada seseorang yang belum berumur 21 tahun tidak mendapat izin orang tua, PPN ( Pegawai Pencata Nikah ) memberikan surat penolakan untuk melangsungkan pernikahan.
c.       Asas Perceraian Dipersulit
Sekalipun talak adalah hak laki-laki, tetapi tidak boleh melakukan haknya semena-mena. Pasal 37 UU Nomor 01 Tahun 1974 menyebutkan sebagai beikut :
1.      Perceraian hanya dapat dilakukan di depan siding pengadilan setelah pengadilan yang bersangkutan telah berusaha dn tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.
2.      Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alas an bahwa suami istri tidak dapat rukun sebagai suami istri.
3.      Tata cara perceraian di depan pengadilan diatur dalam Peraturan Perundang-Undangan ( PP Nomor 09 Tahun 1975 jo. UU Nomor 1 Tahun 1974 ).
d.      Asas Poligami Diperketat
Berpoligami diperketat  seperti yang tercantum dalam Pasal 4 Nomor 1 Tahun 1974 sebagai berikut:
1.      Dalam  hal  suami  akan  beristri  lebih  dari  satu,  ia  wajib  mengajukan   permohonan
       kepada pengadilan di daerah tempat tinggalnya.
2.      Pengadilan yang dimaksud pasl ini hanya memberikan izin kepada seorang suami yang beristri lebih dari seorang, apabila:
o   Istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai seorang istri.
o   Istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan.
o   Istri tidak dapat melahirkan keturunan.
e.       Asas Kematangan Berkeluarga 
Seperti yang diatur dalam pasal 7 UU Nomor 01 Tahun 1974 sebagai berikut :
    1. Perkawinan hanya diizinkan jika pria mencapai umur 19 tahun dan wanita mencapai umur 16 tahun.
    2. Apabila calon mempelai belum mencapai umur tersebut diatas, dapat diminta dispensasi kepada pengadilan atau pejabat yang ditunjuk kepada kedua orang tua pihak pria maupun wanita.
f.       Asas Mengangakat Derajat Kaum Wanita
Berkat perjuangan seorang pahlawan putrid dari rembang R.A. Kartini yang mempunyai keteladanan untuk selalu menjunjung derajat wanita, terbuktilah sekarang bahwa derajat wanita sama dengan pria.

2. Kewajiban  Pencatatan Perkawinan
            Seseorang yang melakukan pernikahan terhadap seorang wanita, terlebih dahulu melaporkan kepada pemerintah  yang ditunjuk untuk menanganinya dan membawa prosedur perkawinan , yaitu:
  1. Melapor kepada PPN yang bertugas  mencata laporan tersebut dari calon mempelai.
  2. Melengkapi surat-surat untuk nikah yang sudah dipersiapkan.
  3. PPN mengumumkan minimal 10 hari sebelum perkawinan dilangsungkan guna memberi kesempatan bagi yang akan melakukan pencegahan.
  4. Apabila tidak ada pencegahan, barulah perkawinan dapat dilangsungkan dan kedua mempelai dapat dibuatkan aktah nikah.

3. Sahnya Perkawinan
            Perkawinan seoarang muslim dapat dikatakan sah apabila dilakukan menurut hukum Islam, sesuai dengan Pasal 2 ayat 1 UU Nomor Tahun 1974 berbunyi: “Perkawinan adalah sah
apabila dilakukan menurut ajaran agama (kepercayaan) masing-masing.
 4. Tujuan Pernikahan
            Menurut Komplikasi Hukum Islam Pasal 3: “Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawadah dan warahmah”. Dalam wujud perkawinan, kedua mempelai yang dapat membuat hati menjadi tentram. Baik suami yang mengangap istri yang paling cantik diantara wanita-wanita lain, begitu juga seorang istri yang menganggap suminyalah laki-laki yang menarik hatinya. Masing – masing merasa tentram hatinya dalam membina rumah tangga. Kemudian dengan adanya rumah tangga yang berbahagia dan jiwa yang tentram, hati dan tubuh menjadi bersatu, maka kehidupan dan penghidupan menjadi mantap, kegairahan hidup akan timbul, dan allah menetapkan ketentuan – ketentuan hidup suami istri. Untuk mencapai kebahagia hidup adalah dengan menjalankan perintah-perintah agama.



















BAB V
PENUTUP


1. Kesimpulan
            Setelah penulis menguraikan di bab terdahulu, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
  1. Nikah itu berarti melakukan suatu akad atau perjanjian untuk mengikatkan diri antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang bertujuan untuk menghalalkan hubungan kelamin antara keduanya dengan dasar sukarela demi terwujudnya keluarga bahagia yang diridhoi oleh Allah SWT.
  2. Pernikahan adalah ikatan batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri, ia merupakan pintu gerbang kehidupan berkeluarga yang mempunyai pengaruh terhadap keturunan dan kehidupan bermasyarakat.
  3. Agama  mengajarkan bahwa pernikahan adalah sesuatu yang suci, baik dan mulia.

2. Saran – Saran
            Bedasarkan kesimpulan diatas, beberapa hal yang sebaiknya dilakukan oleh seorang muslim sebaiknya:
  1. Dengan jalan nikah menghinda

Tidak ada komentar:

Posting Komentar