Minggu, 05 Februari 2017

MAKALAH HUKUM INTERNASIONAL LENGKAP

MAKALAH HUKUM INTERNASIONAL

BAB I
PENDAHULUAN

1.      Latar Belakang
Persoalan mengenai hukum internasional selalu memberikan kesan yang menarik untuk di bahas. Topik ini senantiasa memberikan daya tarik yang tinggi pada setiap orang. Secara teori hukum internasional mengacu pada peraturan-peraturan dan norma-norma yang mengatur tindakan Negara-negara dan kesatuan lain yang pada suatu saat akan diakui mempunyai kepribadian internasional, seperti misalnya organisasi internasional dan individu, dalam hal hubungan satu dengan yang lainnya.
Negara-negara perlu hidup bersama-sama. Hukum internasional disusun dan lahir karena kebutuhan dan dirancang untuk mencapai ketertiban dan perdamaian dunia. Suatu sistem yang bertujuan untuk men-cap suatu negara sebagai “bersalah” dan negara lain sebagai “tidak bersalah” dan partisiapasi utama dari sistem hukum internasional yaitu negara-negara yang semuanya diperlakukan sebagai pemilik kedaulatan yang sama.[1]
Hubungan-hubungan internasional yang diadakan antar negara tidak selamanya terjalin dengan baik. Seringkali hubungan itu menimbulkan sengketa di antara mereka.Sengketa dapat bermula dari berbagai sumber potensi sengketa. Sumber potensi sengketa antar negara dapat berupa perbatasan, sumber daya alam, kerusakan lingkungan, perdagangan, dll. Manakala hal demikian itu terjadi, hukum internasional memainkan peranan yang tidak kecil dalam penyelesaiannya.  
Seiring perkembangan zaman, hukum internasional juga terus berkembang. Sejak pergaulan internasional makin meningkat menjelang abad 19 hukum internasional telah menjadi suatu sistem universil dan pada abad 20 telah merupakan suatu perluasan yang tidak ada tandingannya.
Upaya-upaya penyelesaian terhadapnya telah menjadi perhatian yang cukup penting di masyarakat internasional sejak awal abad ke- 20. Upaya-upaya ini ditujukan untuk menciptakan hubungan-hubungan antara negara yang lebih baik berdasarkan prinsip perdamaian dan keamanan internasional.
Hal itulah yang sangat menarik untuk kita amati, bagaimana peranan yang seharusnya dilakukan oleh hukum internasional dalam menegakkan keadilan demi tercapainya perdamaian dunia.

2.      Rumusan Masalah
Adapun inti dari permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini adalah:
a.       Apa itu hukum internasional?
b.      Bagaimana perkembangan hukum internasional saat ini?
c.       Bagaimana peran hukum internasional terhadap perdamaian dunia?


3.      Metode Penulisan
Metode yang penulis gunakan dalam makalah ini adalah metode penulisan referensi dan pembahasan. Yang mana penulis menggunakan banyak literature dalam penulisan makalah ini, seperti buku-buku, internet, dan sumber-sumber lain. Dalam penulisan makalah ini penulis juga melakukan pembahasan mengenai apa-apa saja yang perlu di ambil dan di jadikan referensi.
Dalam pembahasan penulis menyaring semua informasi yang ada dan merangkumnya menjadi sebuah makalah yang utuh dan lengkap. Metode penulisan yang penulis gunakan ini memiliki kelebihan dari metode-metode yang lain karena selain sederhana, metode ini juga paling mudah untuk di mengerti dan diolah karena sumbernya berasal dari buku-buku.
4.      Tujuan dan Manfaat
             4.1 Tujuan
            Tujuan disusunya makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah “Sistem Hukum Indonesia” yang diberikan kepada Penulis serta agar mahasiswa sebagai generasi penerus bangsa dapat melihat bagaimana kenyataan dari penegakan hukum internasional pada saat ini.
            4.2  Manfaat
            Sedangkan manfaat dari makalah ini diharapkan :
1.      Memberikan suatu gambaran mengenai konsep dasar hukum internasional dan peran-peran yang terdapat didalamnya,
2.      Memberi gambaran bagaimana hukum internasional sekarang ini,
3.      Menaruh minat dan mendorong pembaca terutama mahasiswa untuk meningkatkan pemahaman dan wawasan terhadap hukum internasional.















BAB II
PEMBAHASAN

1.      Hakikat Hukum Internasional
      Pada umumnya hukum internasional diartikan sebagai himpunan peraturan-peraturan dan ketetntuan-ketentuan yang mengikat serta mengatur hubungan antara negara-negara dan subjek-subjek hukum lainnya dalam kehidupan masyarakat internasional. Definisi hukum internasional yang diberikan oleh para pakar-pakar hukum terkenal di masa lalu seperti oppenheim  dan brierly, terbatas pada negara sebagi satu-satunya pelaku hukum dan tidak memasukkan subjek hukum lainnya.
Namun dengan perkembangan pesat ilmu pengetahuan dan teknologi pada paruh kedua abad 20 dan pola hubungan internasional yang semakin kompleks pengertian ini kemudian meluas sehingga hukum internasional juga mengurusi struktur dan perilaku organisasi  internasional, kelompok-kelompok supranasional, dan gerakan-pembebasan pembebasan nasional. Bahkan, dalam hal tertentu, hukum internasional juga diberlakukan terhadap individu-individu dalam hubungannya dengan negara-negara.
Sedangkan menurut pendapat Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja, S.H.  Hukum Internasional adalah keseluruhan kaidah – kaidah dan asas – asas hukum dan mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas – batas negara yaitu hubungan internasional yang tidak bersifat perdata.
Selain itu hukum Internasional dapat didefinisikan sebagai keseluruhan hukum yang untuk sebagian besar terdiri dari prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah perilaku yang terhadapnya negara-negara merasa dirinya terikat untuk menaati dan karenanya benar-benar ditaati secara umum dalam hubungan-hubungan mereka satu sama lain, dan meliputi juga:
a.       Kaidah-kaidah hukum yang berkaitan dengan berfungsinya lembaga-lembaga atau organisasi-organisasi internasional, hubungan-hubungan antara mereka satu sama lain, dan hubungan mereka dengan negara-negara dan individu-individu,
b.      Kaidah-kaidah hukum tertentu yang berkaitan dengan individu-individu dan badan-badan non-negara sejauh hak-hak dan kewajiban individu dan badan non-negara tersebut penting bagi masyarakat internasional. [2]
Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa hukum internasional adalah bagian hukum yang mengatur aktivitas entitas berskala internasionalatau merupakan keseluruhan kaedah dan asas yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara antara negara dengan Negara serta negara dengan subyek hukum lain bukan negara atau subyek hukum bukan negara satu sama lain.[3]
2.      Sejarah dan Perkembangan Hukum Internasional
Hukum internasional sebenarnya sudah sejak lama dikenal eksisitensinya, yaitu pada zaman Romawi Kuno. Orang-orang Romawi Kuno mengenal dua jenis hukum, yaitu Ius Ceville dan Ius GentiumIus Ceville adalah hukum nasional yang berlaku bagi masyarakat Romawi, dimanapun mereka berada, sedangkan Ius Gentium adalah hukum yang diterapkan bagi orang asing, yang bukan berkebangsaan Romawi.
Dalam perkembangannya, Ius Gentium berubah menjadi Ius Inter Gentium yang lebih dikenal juga dengan Volkenrecth (Jerman), Droit de Gens (Perancis) dan kemudian juga dikenal sebagai Law of Nations (Inggris).
Sesungguhnya, hukum internasional modern mulai berkembang pesat pada abad XVI, yaitu sejak ditandatanganinya Perjanjian Westphalia 1648, yang mengakhiri perang 30 tahun (thirty years war) di Eropa. Sejak saat itulah, mulai muncul negara-negara yang bercirikan kebangsaan, kewilayahan atau territorial, kedaulatan, kemerdekaan dan persamaan derajat. Dalam kondisi semacam inilah sangat dimungkinkan tumbuh dan berkembangnya prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah hukum internasional.
Perkembangan hukum internasional modern ini, juga dipengaruhi oleh karya-karya tokoh kenamaan Eropa, yang terbagi menjadi dua aliran utama, yaitu golongan Naturalis dan golongan Positivis.
Menurut golongan Naturalis, prinsip-prinsip hukum dalam semua sistem hukum bukan berasal dari buatan manusia, tetapi berasal dari prinsip-prinsip yang berlaku secara universal, sepanjang masa dan yang dapat ditemui oleh akal sehat. Hukum harus dicari, dan bukan dibuat. Golongan Naturalis mendasarkan prinsip-prinsip atas dasar hukum alam yang bersumber dari ajaran Tuhan. Tokoh terkemuka dari golongan ini adalah Hugo de Groot atau Grotius, Fransisco de Vittoria, Fransisco Suarez dan Alberico Gentillis.
Sementara itu, menurut golongan Positivis, hukum yang mengatur hubungan antar negara adalah prinsip-prinsip yang dibuat oleh negara-negara dan atas kemauan mereka sendiri. Dasar hukum internasional adalah kesepakatan bersama antara negara-negara yang diwujudkan dalam perjanjian-perjanjian dan kebiasaan-kebiasaan internasional. Seperti yang dinyatakan oleh Jean-Jacques Rousseau dalam bukunya Du Contract Social, La loi c’est l’expression de la Volonte Generale, bahwa hukum adalah pernyataan kehendak bersama. Tokoh lain yang menganut aliran Positivis ini, antara lain Cornelius van Bynkershoek, Prof. Ricard Zouche dan Emerich de Vattel
Pada abad 19, hukum internasional berkembang dengan cepat, karena adanya faktor-faktor penunjang, antara lain : (1) Setelah Kongres Wina 1815, negara-negara Eropa berjanji untuk selalu menggunakan prinsip-prinsip hukum internasional dalam hubungannya satu sama lain, (2). Banyak dibuatnya perjanjian-perjanjian (law-making treaties) di bidang perang, netralitas, peradilan dan arbitrase, (3). Berkembangnya perundingan-perundingan multilateral yang juga melahirkan ketentuan-ketentuan hukum baru.
Di abad 20, hukum internasional mengalami perkembangan yang sangat pesat, karena dipengaruhi faktor-faktor sebagai berikut: (1). Banyaknya negara-negara baru yang lahir sebagai akibat dekolonisasi dan meningkatnya hubungan antar negara, (2). Kemajuan pesat teknologi dan ilmu pengetahuan yang mengharuskan dibuatnya ketentuan-ketentuan baru yang mengatur kerjasama antar negara di berbagai bidang, (3). Banyaknya perjanjian-perjanjian internasional yang dibuat, baik bersifat bilateral, regional maupun bersifat global, (4). Bermunculannya organisasi-organisasi internasional, seperti Perserikatan Bangsa Bangsa dan berbagai organ subsidernya, serta Badan-badan Khusus dalam kerangka Perserikatan Bangsa-Bangsa yang menyiapkan ketentuan-ketentuan baru dalam berbagai bidang. Hukum internasional telah merupakan satu perluasan yang tidak ada tandingannya.
3.      Sumber-sumber Hukum Internasional
Pada dasarnya, sumber hukum terbagi menjadi dua, yaitu: sumber hukum dalam arti materiil dan sumber hukum dalam arti formal. Sumber hukum dalam arti materiil adalah sumber hukum yang membahas materi dasar yang menjadi substansi dari pembuatan hukum itu sendiri.
Sumber hukum dalam arti formal adalah sumber hukum yang membahas bentuk atau wujud nyata dari hukum itu sendiri. Dalam bentuk atau wujud apa sajakah hukum itu tampak dan berlaku. Dalam bentuk atau wujud inilah dapat ditemukan hukum yang mengatur suatu masalah tertentu.
Sumber hukum internasional dapat diartikan sebagai:
a.       Dasar kekuatan mengikatnya hukum internasional;
b.       Metode penciptaan hukum internasional;
c.       Tempat diketemukannya ketentuan-ketentuan hukum internasional yang dapat diterapkan pada suatu persoalan konkrit. (Burhan Tsani, 1990; 14)
Menurut Pasal 38 ayat (1) Statuta Mahkamah Internasional, sumber-sumber hukum internasional yang dipakai oleh Mahkamah dalam mengadili perkara, adalah:
a.       Perjanjian internasional (international conventions), baik yang bersifat umum, maupun khusus;
b.       Kebiasaan internasional (international custom);
c.       Prinsip-prinsip hukum umum (general principles of law) yang diakui oleh negara-negara beradab;
d.      Keputusan pengadilan (judicial decision) dan pendapat para ahli yang telah diakui kepakarannya, yang merupakan sumber hukum internasional tambahan. (Phartiana, 2003; 197)

4.      Peranan Hukum Internasional terhadap ketertiban Dunia
Pada dasarnya peran hukum internasional lebih banyak tertuju pada cara-cara untuk menyelesaikan masalah-masalah yang terjadi dalam ruang lingkup internasional.Hubungan-hubungan internasional yang diadakan antar negara tidak selamanya terjalin dengan baik. Seringkali hubungan itu menimbulkan sengketa di antara mereka. Sengketa dapat bermula dari berbagai sumber potensi sengketa. Sumber potensi sengketa antar negara dapat berupa perbatasan, sumber daya alam, kerusakan lingkungan, perdagangan, dll. Manakala hal demikian itu terjadi, hukum internasional memainkan peranan, yang tidak kecil dalam penyelesaiannya.
 Upaya-upaya penyelesaian terhadapnya telah menjadi perhatian yang cukup penting di masyarakat internasional sejak awal abad ke- 20. Upaya-upaya ini ditujukan untuk menciptakan hubungan-hubungan antara negara yang lebih baik berdasarkan prinsip perdamaian dan keamanan internasional.
Dewasa ini ada beberapa peran yang hukum internasional dapat mainkan dalam menyelesaikan sengketa:
1.       Pada prinsipnya hukum internasional berupaya agar hubungan-hubungan antar negara terjalin dengan persahabatan (friendly relations among States) dan tidak mengharapkan adanya persengketaan;
2.       Hukum internasional memberikan aturan-aturan pokok kepada negara-negara yang bersengketa untuk menyelesaikan sengketanya;
3.      Hukum internasional memberikan pilihan-pilihan yang bebas kepada para pihak tentang cara-cara, prosedur atau upaya yang seyogyanya ditempuh untuk menyelesaikan sengketanya; dan
4.      Hukum internasional modern semata-mata hanya menganjurkan cara penyelesaian secara damai; apakah sengketa itu sifatnya antar negara atau antar negara dengan subyek hukum internasional  lainnya. Hukum internasional tidak menganjurkan sama sekali cara kekerasan atau peperangan.
Perang telah digunakan negara-negara untuk memaksakan hak-hak dan pemahaman mereka mengenai aturan-aturan hukum internasional. Perang bahkan telah telah pula dijadikan sebagai salah satu wujud dari tindakan negara yang berdaulat. Bahkan para sarjana masih menyadari adanya praktek negara yang masih menggunakan kekerasan atau perang untuk menyelesaikan sengketa dewasa ini. Sebaliknya, cara damai belum dipandang sebagai aturan yang dipatuhi dalam kehidupan atau hubungan antar negara. Pada umumnya metode penyelesaian sengketa internasional digolongkan dalam dua kategori yaitu :
4. 1.      Cara-cara Penyelesaian Sengketa Internasional Secara Damai atau Bersahabat.
a.       Negoisasi                                                                                            
Negosiasi adalah cara penyelesaian sengketa yang paling dasar dan yang paling tua digunakan oleh umat manusia. Penyelesaian melalui negosiasi merupakan cara yang paling penting. Banyak sengketa diselesaikan setiap hari oleh negosiasi ini tanpa adanya publisitas atau menarik perhatian publik.  Alasan utamanya adalah karena dengan cara ini, para pihak dapat mengawasi prosedur penyelesaian sengketanya dan setiap penyelesaiannya didasarkan pada kesepakatan atau konsensus para pihak
Negosiasi dapat dilangsungkan melalui saluran-saluran diplomatik pada konperensi-konperensi internasional atau dalam suatu lembaga atau organisasi internasional.
b.      Pencarian Fakta (fact finding)
Metode penyelesaian sengketa ini digunakan untuk mencapai penyelesaian sebuah sengketa dengan cara mendirikan sebuah komisi atau badan untuk mencari dan mendengarkan semua bukti-bukti yang bersifat internasional, yang relevan dengan permasalahan.
Tujuan dari pencari fakta (Fact Finding) yang paling utama adalah memberikan laporan kepada para pihak mengenai fakta yang ada. Sedangkan tujuan lain dari penyelesaian sengketa internasional dengan cara pencari fakta yaitu :
1)      Membetuk suatu dasar bagi penyelesaian semgketa antar dua negara
2)      Mengawasi pelaksanaan suatu perjanijian internasional.
3)      Memberikan informasi guna membuat putusan ditingkat internasional
Dasar hukum yang dipakai dalam fact finding adalah pasal 9 sampaim dengan 36 haque convention on the pacific settlement of disputes tahun 1899 dan 1907..
c.       Good Offices (Jasa-jasa Baik)
Jasa-jasa baik adalah suatu cara penyelesaian sengketa melalui pihak bantuan pihak yang ketiga. Pihak ketiga ini berupaya agar para pihak menyelesaikan sengketanya dengan negoisasi. Fungsi dari jasa-jasa baik yang paling utama adalah memperemukan para pihak agar mereka mau bertemu, duduk bersama dan bernegoisasi atau dikenal dengan nama fasilisator.
Keikut sertaan pihak ketiga dalam penyelesaian sengketa dapat dua macam yaitu atas permintaan para pihak atau inisiatif pihak ketiga sendiri yang menawarkan jasa-jasa baiknya guna menyelesaiakan sengketa. Dalam kedua cara ini, syarat mutlak yang harus ada adalah kesepakatan para pihak.
d.      Mediasi
Yang menjadi pihak ketiga ini organisasi internasional, negara ataupun individu. Pihak ketiga ini dalam sengketa ini dinamakan mediator.  Biasanya ia dengan kapasitasnya sebagai pihak yang netral berupa mendamaikan para pihak dengan memberikan saran penyelesaian sengketa
Fungsi utamanya adalah mencari solusi (penyelesaian) mengidentifikasi, hal-hal yang dapat disepakati para pihak serta membuat usulan-usulan yang dapat mengakhiri sengketa, informal, dan bersifat aktif. Dalam proses negoisasi sesuai dengan pasal  3 dan 4haque convention on the pacific settlement of disputes (1907) yang menyatakan bahwa usulan-usulan yang diberikan mediator janganlah dianggap sebagai suatu tindakan yang bersahabat terhadap suatu pihak (yang merasa merugikan).
e.       Konsiliasi
Konsiliasi adalah cara penyelesaian sengketa yang sifatnya lebih formal dibandingkan mediasi. Biasanya konsiliasi ini berbentuk badan konsiliasi yang dibentuk oleh para pihak melalui perjanjian. Komisi ini berfungsi untuk menetapkan persyaratan-persyaratan penyelesaian yang diterima oleh para pihak, sehingga lebih formal atau luas karena ada aturan dan ada lembaga atau lembaganya.
. Para pihak mendengarkan keterangan lisan para pihak dan dapat diwakkili oleh kuasanya. Hasil fakta-fakta yang diperoleh konsilator (sebutan dari konsiliasi) menyerahkan laporannya kepada para pihak dengan kesimpulan dan usulan-usulannya, dan putusannya tidak mengikat karena diterima atau tidaknya usulan tersebut tergantung sepenuhnya kepada para pihak.
f.       Arbitrasi
Biasanya arbitase menunjukkan pada prosedur yang persis sama sebagaimana dalam hukum nasional yaitu menyerahkana sengketa kepada orang-orang tertentu yang dinamakan arbitrator, yang dipilih bebas oleh para pihak. Arbitasi adalah suatu institusi  yang sudah cukup tua tetapi sejarah baru mencatatat pada tahun 1797, pada kasus jay treaty antara inggris dan amerika. Yang mengatur joint mixed commission. Yang menyesaikan sengketa beberapa peerselisihan tertentu yang tidak dapat diselesaikan selama perundingan di traktat tersebut.suatu langkah penting telah diambil dalam pada tahun 1899 ketika konferensi the haque tidak hanya mengkodifikasi hukum arbitatrase tetapi menjadikan landasan bagi pembentukan permanent court arbitration.
Lembaga PCA tidak bersifat “tetap” pun bukan sebuah pengadilan. Permanent court of arbitration sendiri tidak memiliki yurisdiksi yang spesifik. Sehingga hanya 20 kasus yang ditangani abtara lain muscat dhowe case 1905 antara inggris dan perancis danNorth Atlantic Coast fisheries case 1910 antar inggris dan amerika serikat. Meskipun ada kekurangan yang nyata menurut Hakim Manly O. Hudson, permanent court arbitration merupakan suatu metode dan suatu prosedur. Arbitrasi pada haikaknnya adalah suatu prosedur konsensus, artinya negara-negara tidak dapat dipaksa untuk dibawa dimuka arbitrase kecuali mereka setuju untuk melakukan hal tersebut.
Pada tahun 1966 bank dunia mendirikan badan ICSID (international Centre for the Settlement of Investment Disputes). Terbentuknya Konvensi adalah sebagai akibat dari situasi perekonomian dunia pada waktu1950-1960-an yaitu Khususnya dikala beberapa negara berkembang menasionalisasi atau mengekspropriasi perusahaan-perusahaan asing yang berada di dalam wilayahnya.
Di antara kasus-kasus nasionalisasi yang langsung mempengaruhi dan menggerakkan Bank Dunia membentuk Konvensi ini adalah kasus nasionalisasi perusahaan-perusahaan Perancis di Tunisia. Kasus ini bermula dengan tindakan DPR Tunisia (the Tunisian National Assembly) yang mengeluarkan UU Nasionalisasi tanahtanah milik orang asing (khususnya Perancis) pada tanggal 10 Mei 1964.
Negara-negara yang bisa menjadi anggota konvensi ICSID adalah setiap anggota Bank Dunia. Namun negara-negara bukan anggota Bank Dunia dapat menjadi anggota konvensi asal negara tersebut adalah anggota pada Statuta Mahkamah Internasional. Sampai 1993, 105 negara telah menjadi anggota pada konvensi ini. ICSID dikelola oleh suatu administrative Council (Dewan Administratif). Setiap negara peserta konvensi memiliki seorang wakil dan memiliki satu suara. Dewan ini memiliki ketua ex officio, yaitu Presiden Bank Dunia. Badan utama struktur organisasi ICSID adalah Secretary General (Sekjen). Ia berfungsi sebagai registrar (pendaftar atau panitera). ICSID menyimpan daftar nama untuk dicantumkan ke dalam suatu panel arbitrase atau konsiliasi. Setiap negara peserta konvensi dapat menunjuk 4 orang arbitrator atau konsiliator ke dalam masing-masing daftar panel tersebut. Mereka dapat warganegaranya atau orang asing. Ketua Dewan Admintratif dapat menunjuk 10 orang pada masing-masing panel.
Contoh lain dalam sengketa di ICSID ini adalah sengketa antara KPC dan pemerintah Kaltim, Pemprov Kaltim telah mencabut gugatan sengketa divestasi melalui ICSID pada 2008 saat era Gubernur Kaltim Yurnalis Ngayoh. Dampak pencabutan itu, Pemprov Kaltim bakal menerima kompensasi senilai Rp 285 miliar, tetapi hingga kini belum dibayar KPC.
g.      Penyelesaian Yudisial.
Penyelesaiaan yudisial berarti suatu penyelesaian yang dihasilkan melalui suatu yang penagdilan internasional yang dibentuk sebagaimana mestinya, dengan memberlakukan kaidah-kaidah hukum. Salah satunya “organ umum” untuk penyelesaian yudisial yang saat ini tersedia dalam masyarakat  inetrnasional adalah International Court of justice di the Haque yang menggantikan dan melanjutkan kontinuitas Permanent Court of International Justice. Pengukuhan lembaga ini dilaksanakan pada tanggal 18 april 1946 oleh dewan majelis PBB.
Intenational Court of justice dibentuk berdasarkan Bab IV (pasal 92-96) Charter PBB yang dirumuskan di san fransisico pada tahun 1945. Mahkamah Internasional terdiri dari 15 hakim, dua merangkap ketua dan wakil ketua, masa jabatan 9 tahun. Anggotanya direkrut dari warga Negara anggota yang dinilai cakap di bidang hukum internasional. Lima berasal dari Negara anggota tetap Dewan Keamanan PBB seperti Cina, Rusia, Amerika serikat, Inggris dan Prancis.
Fungsi Mahkamah Internasional Adalah menyelesaikan kasus-kasus persengketaan internasional yang subyeknya adalah Negara. Ada 3 kategori Negara, yaitu :
1)      Negara anggota PBB, otomatis dapat mengajukan kasusnya ke Mahkamah Internasional.
2)      Negara bukan anggota PBB yang menjadi wilayah kerja Mahkamah intyernasional. Dan yang bukan wilayah kerja Mahkamah Internasional boleh mengajukan kasusnya ke Mahkamah internasional dengan syarat yang ditentukan dewan keamanan PBB
3)      Negara bukan wilayah kerja (statute) Mahkamah internasional, harus membuat deklarasi untuk tunduk pada ketentuan Mahjkamah internasional dan Piagam PBB.
ICJ merupakan salah satu dari 6 organ utama PBB. Namun badan ini memiliki kedudukan khusus dibandingkan 5 organ utama lainnya. ICJ atau Mahkamah tidak memiliki hubungan hierarkhis dengan badan-badan utama PBB lainnya. Ia benar-benar lembaga hukum dalam sebagai suatu pengadilan. Ia bukan pula pengadilan konstitutsi (Constitutional Court) yang memiliki kewenangan untuk meninjau (mereview) putusan-putusan politis yang dibuat oleh Dewan Keamanan. Ia menggunakan nama resmi ICJ dan tidak menggunakan simbol atau nama PBB dalam putusannya.
kedudukan ICJ ini memang unik. Kedudukan seperti ini memang perlu dipertahankan. Sebagai salah satu organ utama PBB, ia harus benar-benar menunjukkan kemandiriannya sebagai suatu organ atau badan pengadilan.
Jurisdiksi Mahkamah Internasional mencakup dua hal: 1 Jurisdiksi atas pokok sengketa yang diserahkannya (contentious jurisdiction); dan 2 non-contentious jurisdiction atau jurisdiksi untuk memberikan nasihat hukum (advisory jurisdiction). Tindakann perlindungan sementara ini termasuk juga ke dalam jurisdiksi Mahkamah, yakni berada dalam ruang lingkup jurisdiksi yang disebut incidental jurisdiction. Berdasarkan jurisdiksi ini, Mahkamah memiliki wewenang untuk menyatakan diberlakukannya suatu tindakan-tindakan perlindungan sementara, membolehkan suatu intervensi dan manafsirkan atau merubah suatu putusan.
Sesuai dengan namanya, tindakan perlindungan sementara ini berkaitan dengan perlindungan hak-hak para pihak sementara persidangan atas pokok sengketanya sendiri sedang berlangsung Dasar hukum yang mendasari jurisdiksi seperti ini terdapat dalam Pasal 41 Statuta ICJ.
Dasar pembenaran pemberian perlindungan ini berasal dari prinsip hukum yang sudah mendasar yakni bahwa putusan suatu pengadilan haruslah efektif. Karenanya, sangatlah penting bagi pengadilan untuk mencegah salah satu atau kedua belah pihak untuk mengganggu situasi atau mencoba untuk membuat pihak lainnya fait accompli.
4.2.      Cara-cara Penyelesaian Paksa atau Kekerasan
a.       Perang dan Tindakan bersenjata Non perang
Keseluruhan tujuan perang adalah untuk menaklukan negara lawan dan mebebankan syarat-syarat penyelesaiaan diamana negara yang ditaklukan itu tidak memiliki alternative lain selain mematuhinya.
b.      Retorsi (retorsion)
Retorsi adalah istilah teknik pembalasan dendam oleh suatu negara terhadap tindakan-tindakan yang tidak pantas aatau tidak patut dari negara lain, balas dendam tersebut dilakuakna dalam bentuk tindakan-tindakan sah yang tidak bersahabat didalam konferensi negara yang kehormatannya dihina: misalnya merenggangnya hubungan diplomati anta 2 negara, pencabutan previllage diplomatic dan lain-lain.
c.       Tindakan-tindakan Pembalasan (Repraisals)
Pembalasan adalah tindakan yang dipakai oleh negara-negara untuk mengupayakan diperolehnya ganti rugi dari negara-negara lain dengan melakukan tindakan-tindakan yang besifat pembalasan. Saat ini praktek pembalasan hanya dibenarkan, apabila negara yang dituju oleh pembalasan ini bersalah melakukan tindakan yang sifatnya merupakan pelanggaran internasional. Contoh nyata tindkan pembalsan, misalnya pengusiran orang-orang hungaria dari Yugoslavia pada tahun 1935, yang merupakan balas dendam dari pembunuhan raja Alexander dari yugoslavia.
d.      Blokade Secara Damai (pacific Blokade)
Blokade secara damai adalah suatu tindakan yang dilakukan secara damai. Kadang-kadang dilakukan sebagi suatu pembalasan, tindakan itu pada umumnya ditujukan untuk memaksa negara yang pelabuhannya diblokade untuk mentaati permintaan ganti rugi kerugian yang diderita oleh negara untuk meblokade.
Ada beberapa manfaat nyata dalam pengunaan blokade damai. Tindakan ini merupakan cara yang jauh dari kekerasan dibanding dengan perang dan blokade yang sifatnya fleksibel.
Berikut ini adalah beberapa contoh mengenai perana hukum internasional (berdasarkan sumber-sumbernya) dalam menjaga perdamaian dunia.
1.      Perjanjian pemanfaatan Benua Antartika secara damai pada tahun 1959
2.      Perjanjian pemanfaatan nuklir untuk kepentingan perdamaian pada tahun 1968
3.      Perjanjian damai Dayton (Ochio-AS) pada tahun 1995 yang mengharuskan Serbia, Muslim Bosnia, dan Krosia mematuhinya. Untuk mengatasi prjanjiantersebut, NATO menempatkan pasukannya guna menegakkan hukum intgernasional yang telah disepakati.
           
           
           







BAB III
PENUTUP

1.      Kesimpulan
Hukum Internasional, sebagaimana kita ketahui merupakan keseluruhan kaidah yang sangat diperlukan untuk mengatur sebagian besar hubungan-hubungan antar Negara-negara. Tanpa adanya kaidah ini tidak mungkin Negara-negara didunia dapat hidup berdampingan seperti adanya saat sekarang ini.
            Memang benar bahwa pada kalangan tertentu ada kecendrungan untuk mengecilkan makna hukum internasional, bahakan hingga taraf mempersoalkan keberadaan dan  nilai hukum internasional. Terdapat dua alasan yang mendasari pandangan ini:
a.       Pada umumnya dianut pandangan bahwa kaidah-kaidah hukum internasional hanya ditujuan unutuk memelihara perdamaian,
b.      Diabaikannya sejumlah besar kaidah yang berbeda dengan kaiadah-kaidah yang berkenaan dengan “politik tingkat tinggi”, yaitu masalah masalah perdamaian atau perang hanya sedikit yang mendapat publisitas,[4]
Pelanggaran-pelanggaran yang  mengakibatkan perang atau konflik-konflik agresi dan ketidakberdayaan hukum internasional untuk menanggulangi persoalan-persoalan seperti pelucutan senjata , terorisme internasional dan perdagangan senjata-senjata konvensional cenderung mendapat perhatian yang tidak memuaskan dan dari inilah umum mengambil kesimpulan yang keliru mengenai tidak berfungsinya sama sekali hukum internasional. Bagaimanapun juga eksistensi dari hukum internasional itu sendiri tidak bisa dilupakan begitu saja.
Dari uraian sebelumnya dapat diatarik kesimpulan bahwa peranan hukum internasional terutama dalam penyelesaian sengketa internasional dan terciptanya perdamaian dunia  ada  4 macam yaitu antara lain :
1.      Pada prinsipnya hukum internasional berupaya agar hubungan-hubungan antar negara terjalin dengan persahabatan (friendly relations among States) dan tidak mengharapkan adanya persengketaan;
2.      Hukum internasional memberikan aturan-aturan pokok kepada negara-negara yang bersengketa untuk menyelesaikan sengketanya;
3.      Hukum internasional memberikan pilihan-pilihan yang bebas kepada para pihak tentang cara-cara, prosedur atau upaya yang seyogyanya ditempuh untuk menyelesaikan sengketanya; dan
4.      Hukum internasional modern semata-mata hanya menganjurkan cara penyelesaian secara damai; apakah sengketa itu sifatnya antar negara atau antar negara dengan subyek hukum internasional  lainnya. Hukum internasional tidak menganjurkan sama sekali cara kekerasan atau peperangan.
Hadirnya lembaga-lembaga atau mekanisme penyelesaian sengketa yang diciptakan oleh masyarakat internasional pada umumnya ditujukan untuk suatu maksud utama, yakni memberi cara mengenai bagaimana seharusnya sengketa internasional diselesaikan secara damai.
Peran hukum internasional dalam penyelesaian sengketa ini cukup penting. Hukum internasional tidak semata-mata mewajibkan penyelesaian secara damai, hukum internasional ternyata pula memberi kebebasan seluas-luasnya kepada negara-negara untuk menerapkan atau memanfaatkan mekanisme penyelesaian sengketa yang ada baik yang terdapat dalam Piagam PBB, perjanjian atau konvensi internasional yang negara-negara yang bersengketa telah mengikatkan dirinya. Semua ini menunjukkan dan memperkuat tujuan akhir dari hukum internasional mengenai penyelesaian sengketa ini yaitu penyelesaian secara damai dan tidak menghendaki penyelesaian secara kekerasan (militer).
Hukum Internasional yang bertugas mengatur segala macam interaksi tersebut telah dituntut untuk berperan lebih aktif demi terlaksananya hubungan dan kerjasama antarbangsa yang harmonis serta terpeliharanya keterlibatan, perdamaian dan keamanan dunia.
2.      Saran
Keberadaan hukum internasional sangat dirasakan demi tercapainaya ketertiban dunia. Namun tidak dapat dipungkiri juga bahwa dewasa ini ketegasan dari hukum internasional sudah mulai melemah seiring berkembangnya kekuatan-kekuatan yang terpusat pada beberapa negara tertentu.
Sebagai generasi penerus yang akan menjalankan tugas-tugas pemerintahan pada masa akan datang, sangat diharapkan keseriusan dari semua pihak khususnya mahasiswa untuk kritis terhadap isu-isu, baik yang terjadi di dalam maupun diluar negeri ini, apalagi menyangkut pelaksanaan dari hukum internasional yang semakin hari semakin melemah pengimplementasiannya demi tercapainya perdamaian dunia.

















DAFTAR PUSTAKA

Starke,J.G. 2006. Pengantar Hukum Internasional Edisi Kesepeuluh. Jakarta: Sinar Grafika          
Wallace, Rebecca.  1986. Hukum Internasional Pengantar Untuk Mahasiswa.  Semarang : IKIP Semarang Press
Gutama, Sudargo.  1981. Hukum Perdata Internasional Indonesia jilid 1. Bandung: Penerbit Alumni
Suryokusumo, Sumaryo. 1993. Studi Kasus Hukum Organisasi Internasional. Badung : Penerbit Alumni
Hamid, Sulaiman. 2002. Lembaga Suaka dalam Hukum Internasional.  Jakarta: PT. RajaGravindo
Barros, James. 1990. PBB Dulu Kini dan Esok. Jakarta: Bumi Aksara
http://www.belbuk.com/hukum-internasional-pengertian-peranan-dan-fungsi-dalam-era-dinamika-global-p-9229.html




[1] Rebecca M.M Wallace. Hukum Internasional Pengantar untuk Mahasiswa (Semarang:IKIP Semarang Press.1986) hlm.4
[2] J.G Starke. Pengantar Hukum Internasional. (Jakarta:Sinar Grafika.2006), hlm.3
[3] http://www.belbuk.com/hukum-internasional-pengertian-peranan-dan-fungsi-dalam-era-dinamika-global-p-9229.html

[4] J.G Starke. Pengantar Hukum Internasional. (Jakarta:Sinar Grafika.2006), hlm.17

Tidak ada komentar:

Posting Komentar